Saat ini aku sedang menatapi isi kulkas, bingung mau masak apa. Pengennya sih masak yang praktis tapi mengenyangkan. Tapi, mengingat sekarang ada Mas Raka, jadi aku nggak bisa dong sembarangan ngasih dia makan seadanya. Apa kata mamanya nanti kalau setelah menikah anaknya justru makin nggak keurus. Bisa-bisa aku langsung di depak jadi menantu.
"Beli aja kalau lagi nggak pengen masak." Suara bariton itu seketika mengagetkanku.
"Mas! Hobi banget ih ngagetin."
"Nggak ngagetin, kamunya aja yang doyan ngelamun," ucapnya cuek. "Mau masak apa?" Mas Raka yang sudah berdiri di sampingku ikutan melongok ke arah kulkas yang terbuka.
"Mas pengen makan apa?" Tanyaku.
"Terserah, yang penting enak," jawabnya lempeng.
Tuh kan, sudah aku duga dia pasti bakalan jawab begitu lagi. Dia nggak tau apa ya kalau kata 'terserah' itu cuma boleh diucapkan sama kaum wanita?
"Mas nggak kepengen apa gitu? Masa setiap di tanya jawabnya terserah terus. Aku masakin batu mau?" Geregetan banget rasanya sama Mas Raka.
Dia itu jarang banget minta sesuatu sama aku, dari pertama kenal sampai 4 bulan menikah rasanya baru sekali dia minta sesuatu sama aku. Iya, yang waktu itu dia minta aku masak cah kangkung setelah pulang dari Jakarta itu.
Akhirnya setelah sempat kebingungan, aku memutuskan untuk membuat tumis brokoli dengan wortel dan bakso saja.
"Mas, boleh aku minta tolong?" Aku menoleh ke arah Mas Raka yang lagi nyemilin keripik pisang di meja makan. Itu salah satu makanan kesukaannya, yang baru-baru ini aku ketahui.
"Minta tolong apa?" Dia langsung menghampiriku setelah meletakan toples ke atas meja.
"Minta tolong potongin wortel, boleh?" Jawabku lagi.
Dia mengangguk lalu mendekat ke arahku. "Di bersihin dulu ya, Mas. Aku mau bikin bumbu uleknya dulu."
Setelah memberi instruksi kepada Mas Raka, langsung saja aku menyiapkan berbagai macam bahan untuk di haluskan. Sebenarnya aku masih agak sungkan kalau harus minta tolong Mas Raka untuk mengerjakan pekerjaan rumah. Tapi, mengingat nasehat Mas Raka waktu itu, jadi lah aku sebisa mungkin ikut melibatkannya dalam urusan rumah tangga.
Suamiku itu bilang, berumah tangga itu nggak sendiri, melainkan bersama. Dan memasak atau membersihkan rumah itu bukan kewajiban istri saja, tapi juga tugas kami berdua. Jadi, ya nggak ada salahnya kalau kami bekerja sama dalam mengerjakan urusan rumah. Begitu katanya Mas Raka.
"Kalau sudah dipotong terus di apain lagi?" Tanya Mas Raka yang ada di belakangku.
"Minta tolong di cuci ya, Mas. Ntar bawa kesini," ucapku tanpa menoleh ke arahnya.
"Nih, aku bantu apa lagi?" Tanya Mas Raka begitu meletakan wadah berisi wortel yang telah dicuci, di samping bahan lain yang sudah aku siapkan.
"Minta tolong--" Aku melongo melihat wortel hasil karyanya Mas Raka. Gimana nggak kaget coba, itu wortel nya di potong super besar sama dia, seukuran hampir setengah jari kelingking.
Aku meringis menatap Mas Raka, pengen ngomel tapi nggak tega. Salah aku juga sih tadi yang nggak ngejelasin gimana cara motongnya dengan benar. Aku menggaruk pipi sambil menahan tawa.
"Kenapa? Masih kurang bersih nyucinya?" Ucap Mas Raka heran.
"Uhmm, nggak kok Mas. Cuma, itu wortelnya agak kegedean di potongnya," aku tersenyum geli menatap Mas Raka yang nampak keherenan.
"Jadi, aku salah?" Jawabnya dengan wajah polos.
"Enggak salah kok, cuma ukurannya terlalu berlebihan aja." Aku tersenyum seraya mengambil alih wadah berisi wortel tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINY (Behind The Wedding)
Romantizm[ON REVISI] Seperti kata pepatah, sejauh apapun kamu berlari, jika sudah takdirmu, maka ia akan mencari jalan untuk menemukanmu. Begitu pula sebaliknya, sekuat apapun kamu menggenggam, jika memang tidak di takdirkan untukmu. Maka akan ada 1001 alasa...