SB 3

12.7K 359 2
                                    

"A...." Sapa Isma saat panggilan teleponnya terhubung.

"Hey, kamu. Apa kabar? Udah pulang dari pertapaan?"

"Enak aja pertapaan."

"Hahaha terus apa dong?" Handi tergelak. "Abisnya sampai susah dihubungi. By the way udah selesai KKN nya?"

"Udah."

"Syukurlah."

"A, bisa kita ketemu?"

"Kapan?"

"Besok Aa dinas apa?"

"Malam?"

"Ya udah sebelum dinas gimana? Sekalian kita makan malam."

"Boleh. Ya udah sampai ketemu besok malam." Tutup Handi.

"Siapa?" Tanya Wina saat Handi selesai menerima panggilan yang masuk ke ponselnya.

"Isma. Sepupu aku."

"Sepupu?" Ulang Wina. Karena yang ia tahu sanak saudara Handi hanya Dadang dan Tuti. Sedang saat mereka menikah tidak ada sosok sepupu yang diperkenalkan Handi padanya.

"Iya, anak Mang Dadang sama Bi Tuti."

"Ohh. Mereka punya anak?"

"Punya cewek, satu-satunya. Baru pulang KKN dari pedalaman."

"Ohh...." Wina mengangguk mendengar penuturan Handi. Tapi dalam hati, Wina bergumam.

Kok aku ngerasa janggal ya dengan percakapan mereka. Akrab banget untuk seukuran sepupu. Ahh atau hanya perasaan aku aja.

***

Sepanjang hari Wina diganggu oleh pikirannya tentang Handi dan Isma. Mendadak hatinya tidak enak. Meski hubungan mereka baru sebatas status, belum benar-benar menyatu sebagai suami istri. Tapi Wina terlanjur menerima kehadiran Handi. Terlebih Feri tampak ceria, seolah memiliki teman dengan adanya Handi di tengah keluarga mereka. Ya Handi jika sedang lepas dinas akan menghabiskan waktu dengan bapak mertuanya itu untuk sekedar bercengkrama atau bermain catur.

***

"Kenapa woy? Ngelamun aja padahal udah ngalamin, sama dua orang berbeda malah." Nessa menghampiri Wina di ruang kerjanya.

"Mulai deh ngaco." Wina melotot. "Udah ahh, gue duluan." Wina beranjak dari meja kerjanya.

"Mau ke mana?" Nessa mengernyitkan kening.

"Balik duluan ya, lagi nggak enak body gue." Ujar Wina.

"Oke."

Sesampainya di rumah, Wina melihat Handi dan Feri tengah menonton breaking news berdua. Berita viral yang belum menemukan titik terang pasti. Sesekali mereka saling beropini. Sudut bibir Wina terangkat.

"Udah pulang?" Tanya Feri mendapati putri tunggalnya itu tiba-tiba muncul saat langit masih cerah, biasanya saat senja menyapa baru putrinya itu pulang.

"Udah, Pak."

"Tumben."

"Lagi nggak enak badan." Jujur Wina.

"Sakit?" Tanya Handi kemudian, tatapnya lekat.

"Ehh nggak, cuma ngerasa lemes aja. Nggak tahu kenapa."

"Coba cek, Han." Titah Feri.

"Iya, ayo." Handi hampir beranjak saat Wina mengibaskan tangan, menolak.

"Nggak usah. Kayaknya cuma butuh istirahat aja. Kalau gitu aku ke kamar dulu ya." Pamit Wina.

"Tumben tuh anak, bisa bilang lemes." Seloroh Feri, khawatir.

Suamiku BerondongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang