SB 18

9.2K 168 27
                                    

"Neng makan dulu." Ujar Handi saat melihat Wina masih saja mengabaikan makan malamnya.

"Nanti aja."

"Aku suapin ya?!" Tawar Handi. Wina menggeleng.

"Kamu udah makan? Mau dinas kan?"

"Gampang." Sela Handi.

"Aku belum lapar." Timpal Wina.

"Kalau gitu sama, aku juga belum lapar." Sahut Handi enteng, Wina membulatkan mata.

"A...." Lirihnya.

"Apa?"

"Makan."

"Kamu juga."

"Nggak selera."

"Sama, aku juga dadakan nggak selera nih."

"A...."

"Apa?" Handi berubah ngeyel.

"Makan." Titah Wina. "Bentar lagi kerja juga."

"Bareng yuk?!" Ajak Handi spontan. Wina tampak berpikir lalu mengangguk. "Oke aku beli dulu. Tungguin. Mau nitip beliin sesuatu nggak di kantin?" Wina menggeleng. "Ya udah, sebentar ya?!" Pamit Handi.

Wina menatap pintu yang baru ditutup pintu Handi. Lalu ia memandangi langit-langit ruang rawat inapnya. Dua kali aku di rawat kayak gini. Dan semuanya karena satu alasan, takut kehilangan kamu.

Tidak lama Handi sudah kembali dengan membawa sekotak nasi goreng juga teh manis hangat. Ia segera menarik kursi lipat merapat ke bed tempat Wina berbaring. Dibantunya Wina untuk duduk, agar bisa makan dengan nyaman. Setelah memastikan Wina duduk dengan posisi nyaman, ia pun menyantap makan malam sambil menyuapi Wina.

"Neng beneran, nggak minta ditemenin Bik Sumi? Kalau mau aku telepon Mang Ata minta anterin Bik Sumi ke sini. Mumpung masih jam 8 juga."

"Nggak." Geleng Wina.

"Ya udah. Ada apa-apa tapi langsung panggil aku ya?!" Wina mengangguk. "Tenang, kamu nggak sendirian. Ada aku." Mendengar ucapan Handi, mendadak mata Wina berembun. Wina pura menundukkan kepala, mengusap wajah lalu mengikat rambut agar ia tidak ketahuan tengah menghapus bendungan air mata. "Kalau gitu aku siap-siap dulu ya?" Wina mengangguk tanpa suara karena ia yakin betul suaranya akan terdengar parau.

Handi berganti pakaian. Tadi siang ia sempat meminta tolong Sumi dikirimi pakaian ganti untuk Wina dan juga pakaian kerjanya dari rumah.

"Halo."

"Di mana? Sini ngumpul." Ajak yoga melalui video call.

"Lagi di rumah sakit."

"Dinas siang?"

"Dinas malam."

"Hmm pantesan dinobatkan jadi perawat terbaik, jam segini udah standby aja di tempat kerja."

"Istri sakit, jadi sebelum dinas jagain dulu. Masa orang lain dirawat istri sendiri nggak dirawat." Handi sengaja tidak mensensor ucapannya itu, sengaja ingin Wina mendengar itu. Wina menelan saliva.

"Bisa aja lu."

"Salam buat istri. Mudah-mudahan cepet sembuh."

"Aamiin, makasih... Makasih."

"Titip salam buat yang lain. Diki nggak ngumpul juga? Ngapel?" Tanya Handi yang memang tidak melihat keberadaan Diki.

"Ngapel ke mana dia?"

"Bukannya udah ditembak?" Handi balik bertanya.

"Ditolak."

"Kenapa?"

Suamiku BerondongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang