SB 17

4.3K 144 5
                                    

Semakin hari Wina semakin murung, ia merasa hari berganti dengan cepat. Wina bahkan merasa tiba-tiba tubuhnya panas dingin saat akhir pekan hampir menjelang. Jantungnya terus berdebar.

Malam ini Wina tidur lebih awal. Sejak sore ia merasa tubuhnya kurang fit. Ia tidur cukup pulas malam ini berbeda dari biasanya. Mungkin karena efek obat yang ia minum sebelum tidur tadi.

Handi masuk perlahan, setelah menyimpan tas kerjanya. Ia berjalan perlahan ke arah Wina. Ia mengulas senyum tipis sebentar lalu beranjak ke lemari pakaian dan kamar mandi.

Selesai bersih-bersih, ia menyusul Wina yang sudah terlelap itu. Handi memilih tidur menyamping membelakangi Wina. Ia takut jika berlama-lama memandangi wajah itu, keinginan alamiahnya muncul.

Handi hendak merubah posisi saat menyadari Wina memeluknya dari belakang. Handi sampai harus benar-benar membuka mata untuk memastikan itu bukan hanya mimpi. Senyum Handi pun melebar.

Handi lalu merubah posisi dan langsung memeluk Wina. Wina tiba-tiba terbangun karena itu. Tatap mata mereka bertemu, setelah sekian lama tidak beradu sedekat itu. Hanya sebentar karena Wina segera memalingkan tatapnya.

Jantung Wina berdebar saat Handi mulai merapikan anak rambut Wina, mengelus wajah itu. Wina semakin berdebar lalu perlahan Wina melepaskan diri.

"Pengen ke toilet." Bohong Wina. Handi mengangguk dan melepaskan Wina. Beberapa menit kemudian Wina kembali dan segera naik ke atas tempat tidur dan langsung berbaring dan memeluk guling. Handi menarik nafas panjang.

Paginya tidak seperti biasa, sepulang Handi dari sholat subuh di mesjid, Handi melihat Wina masih berbaring di balik selimut yang ditarik hampir menutupi seluruh tubuhnya. Handi mengernyitkan kening. Tumben.... Gumamnya dalam hati.

Jam menunjukkan hampir pukul enam, Wina masih di posisinya, belum beranjak. Handi pun berinisiatif membangunkan Wina. Ia takut Wina memang kesiangan. Handi membulatkan mata saat melihat Wina tengah menahan rasa sakit.

"Neng?!" Handi pun memeriksa tanda vital Wina. "Kita ke rumah sakit ya?!" Ujar Handi yang segera menggendong Wina. Kamu kenapa, kayak gini lagi?! Batin Handi sembari mengemudikan mobil Wina menuju rumah sakit tempat ia bekerja.

"Kenapa, Han?" Tanya perawat UGD.

"Tolong dong."

"Ok." Wina segera ditangani dan juga diperiksa oleh dokter jaga pagi itu.

Melihat rekannya hendak memasang selang infus, Handi meminta izin menemani Wina. Karena ia tahu, Wina takut diinfus. Wina seperti biasa meringis saat sadar akan kembali diinfus. Melihat itu Handi mengulas senyum, menenangkan sembari mengelus rambut Wina.

"Sebentar ya, cari ruangan dulu." Pamit Handi setelah proses pasang infus selesai. Wina mengangguk lemah. "VIP 01 masih kosong nggak?" Tanya Handi sesampainya di ruang pendaftaran rawat inap.

"Masih." Jawab sang petugas.

"Aku pake ya?!"

"Buat siapa?"

"Istri."

"Cieee ketauan biar gampang ngontrol."

"Iya, nggak ada yang jaga soalnya." Papar Handi.

"Oke. Disiapin dulu ya."

"Sip, makasih."

"Sama-sama." Sahut petugas tersebut. Handi segera kembali ke UGD, menghampiri Wina.

Tidak lama kemudian Wina dipindah ke ruang VIP 01 sesuai permintaan Handi. Petugas pendaftaran rawat inap benar, ia memilih ruang VIP 01 agar mudah menjaga Wina jika dia sedang bekerja. Terlebih hari ini, ia bekerja shift malam.

Suamiku BerondongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang