SB 7

8.6K 263 7
                                    

"Win, laki lu jadi naik gunung?" Tanya Nessa sembari menikmati sarapan mereka pagi ini, pagi terakhir di Semarang.

"Jadi."

"Kapan turun?!"

"Harusnya sih ntar siang pada turun."

"Asyik dong ntar pulang langsung ada yang melukin?!"

"Lu....?!" Bola mata Wina membesar, Nessa tergelak.

"Hai...." Sapa seseorang mendekat.

"Hai..." Sahut Nessa sedang Wina karena tengah mengunyah, ia hanya mengangguk sembari tersenyum tipis.

"Boleh gabung?" Tanya laki-laki itu.

"Boleh, silakan." Nessa mempersilakan. Laki-laki itu pun segera duduk dengan sesekali mencuri pandang ke arah Wina.

"Ehh kamu sebelumnya pernah mimpin perusahaan advertising nggak sih?" Tanyanya pada Wina. Wina menggeleng masih dengan seulas senyuman tipisnya. "Aku pernah ketemu pimpinan perusahan itu dan sekilas ngerasa kamu itu dia. Mirip banget soalnya." Ujarnya, Wina mencuri pandang Nessa. Senyum Nessa langsung mengembang.

Obrolan terus berlanjut, melebar ke mana-mana. Sesekali David, relasi bisnis perusahaan Wina itu mencuri pandang Wina. Wina bukan tidak tahu itu tapi sebisa mungkin ia pura-pura tidak tahu.

***

"Sarapan, Han." Yoga beranjak sembari menepuk pundak Handi setelah mereka semua berhasil mengejar sunrise di Puncak Gunung Gede yang memiliki ketinggian 2.958 Mdpl itu.

"Yups." Sahut Handi tanpa menoleh, tatapannya fokus ke depan. Memandang hamparan awan dan landscape Gunung Pangrango.

"A, ini." Isma menyodorkan sepotong roti pada Handi. Handi melirik sekilas.

"Thanks." Ucap Handi sembari menerima roti tersebut lalu kembali menatap pemandangan di depannya.

"Katanya kita bakal satu tenda, kenapa pindah?!" Tanya Isma yang lalu duduk di samping Handi.

"Kamu tidurnya lasak, udah sempit makin sempit mending pindah ke tenda sebelah yang masih kosong." Handi beralasan tanpa menatap Isma. "Ga, jadi langsung turun kan?" Handi mengalihkan topik, dia menoleh ke belakang.

"Jadi." Jawab Yoga. "Perhatian semuanya. Nanti pas turun please jangan lari ya, jalan biasa aja. Oke?!" Ujar yoga memberi pengarahan.

"Ya meski tergoda pengen cepet sampe bawah." Timpal Handi yang beranjak dari duduknya. "Pokoknya dengerin kita, nggak usah lari. Cukup jalan, tetap sama rombongan jangan memisahkan diri juga." Tambahnya.

"Oke." Sahut yang lain.

"Gue jalan paling belakang lagi." Ujar Handi pada Yoga dan Diki. "Dik, titip Isma." Handi berjalan menghampiri Diki lalu menepuk pundak Diki.

"Tumben." Seloroh Diki tidak percaya. Handi nyengir.

Handi sebisa mungkin menjaga jarak dengan Isma. Perjalanan pulang dari basecamp tempo hari sebenarnya mengganggu pikirannya. Terlebih kejadian tadi malam. Ucapan Wina pun terngiang-ngiang.

Handi menarik nafas panjang, memfokuskan diri. Banyak-banyak menyebut nama Allah. Tujuannya kini satu, ingin turun dengan selamat, cepat sampai rumah dan tidur memeluk istrinya.

"Aa, aku nebeng ya?!" Pinta Isma saat mereka semua sampai di pos awal.

"Kamu sama Diki ya." Handi menolak secara halus. "Dik, lu nggak keberatan kan Isma nebeng?! Sekalian tolong anterin."

"Siap. Beres." Sahut Diki sumringah.

"A...." Rengek Isma.

"Aku harus cepet pulang." Ujar Handi.

Suamiku BerondongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang