“Hai, Bi!”
Serga, Jerrel, Juna, dan Nur membuka pintu dan menyapa Bi.
Mereka terlihat kelelahan di sore hari ini. Bahkan, seragam mereka masih melekat pada tubuh mereka, dan keringat yang menghiasi tubuh mereka hingga terlihat berkilat saat terkena cahaya lampu.
“Hai, juga. Kalian abis ngapain?” tanya Bi memandang keempat pemuda yang duduk sekenanya di sofa besar itu.
“Kita abis seleksi kapten sama bikin tim basket baru,” terang Jerrel sambil menyeka keringat pada dahinya.
Junior yang sedari tadi bermain ponsel, tiba-tiba mengerutkan dahi. “Tim basket baru?”
Jerrel menaikturunkan alisnya. “Yoi. Kita berempat pengen cuti dulu, lah. Nungguin nona imut disini.”
Plak!!
Kebetulan saja, Surya yang kembali dari kedai minuman di kantin rumah sakit, langsung memukul sebagai tanda salam pada Jerrel yang sedang menjadi predator sekarang.
“Buaya lo, Bang!” seru Surya sembari matanya yang memandang Jerrel sinis. Sang korban hanya meringis sakit merasakan perih dan panas di waktu bersamaan pada pahanya.
“Ya, kagak usah mukul juga, anjing! Panas ini,” keluh Jerrel yang mengelus pahanya sendiri.
“Kok kalian gak ada omongan tentang ini sama gue ?” tanya Junior bingung. Dirinya sebagai kapten tim dan penanggungjawab eskul ini tentu saja tak paham.
“Kita udah ngomongin ini sama Pak Jaya. Dan Pak Jaya setuju aja sama rencana kita,” jelas Juna.
Junior menghela napas. “Ya, tapi seenggaknya, omongin dulu sama gua. Disini gua juga bertangggung jawab sama ekskul ini.”
“Hehe. Iya maaf, Ba-“
“Tapi Bang Junior keburu PDKT dulu sama Bi!”
Haniel yang sedari tadi menyuapi Bi buah-buahan pun tertawa, begitupun dengan Jerrel, Serga, dan Surya. Juna hanya menggelengkan kepala mendengar teriakan kencang Nur.
Sedangkan Bi? Dia hanya terdiam tak tahu harus bagaimana. Pipinya ia tutupi dengan selimut sembari menguping di balik selimut itu.
Junior menatap datar dan tajam pada Nur. “Gak lucu lo bilang kayak gitu.”
Keadaan sunyi seketika. Atmosfer dengan cepat berganti menjadi dingin dan ngeri setelah Junior mengatakan hal itu. Nur yang hanya ingin bercanda, ia menghela napas. Ia tahu, jika Junior sedang dalam serius, pemuda itu tak bisa dibuat candaan.
“I-iya, Bang. Sorry,” ucap Nur sambil menundukkan kepala. Juna yang disampingnya mengelus bahu yang lebih muda.
Junior menghela napasnya. “Apa alasan kalian Cuma itu aja? Gua rasa, alasan itu kurang kuat buat kalian pada ambil cuti.”
“Emang. Ada sesuatu yang mau kita lakuin nanti,” sahut Serga tiba-tiba.
“Apa?” tanya Junior penasaran.
“Sorry, Jun. Untuk saat ini, cukup kami berempat aja yang tau. Kalau kondisinya memungkinkan, gua bakalan ceritain semuanya sama lo,” terang sang sepupu sembari menepuk pelan pundak Junior.
Junior mengangguk walau berat rasanya untuk tak mau tahu. Tapi mungkin ini yang terbaik baginya. Ia percaya, Jerrel sangat mengerti dirinya seperti apa. Jadi, Jerrel paham konsekuensi yang akan terjadi.
“Heh, kalian bertiga dateng-dateng macem anak kampung abis ngebolang, aja. Mandi sono!” seru Surya yang sibuk dengan kamera miliknya.
Sesi berebut pun terjadi di antara keempat pemuda itu. Dan sesi tersebut dimenangkan Serga yang akan membersihkan diri dahulu. Ia membawa tasnya, lalu berjalan menuju kamar mandi ruang inap Bi begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Could You? (on Hold)
Teen FictionON HOLD Walau terlihat sederhana dengan kamera yang selalu dipegang, kehidupan perempuan yang kerap dipanggil Bi itu tak sesederhana itu. Memang berat. Namun, semenjak dentuman bola basket menarik perhatiannya saat ia berjalan melewati aula basket...