Semenjak dua minggu yang lalu saat Bi kembali masuk sekolah, gadis itu selalu berlatih berjalan di rumahnya sendiri. Dibantu Isma yang setia bersama Bi, perempuan itu bertekun untuk melatih tubuhnya berjalan. Untungnya, tubuhnya sudah tidak kaku seperti awal.
Namun beda untuk hari Minggu ini.
"Stop. Udah sejam lo latihan jalan," titah Junior sembari menahan tangan Bi untuk berhenti.
Ya, Junior mendadak datang ke rumah Bi, dan melatih gadis itu berjalan.
Bi menatap Junior kesal.
"Kenapa gak daritadi? Capek tau!" cerca Bi malas.
"Lagian aku udah bisa jalan, kok."
Junior menggeleng dan menyentil dahi di depannya. "Gak boleh sombong. Dosa, tau."
Bi mendesis sakit, tapi ia memutuskan untuk duduk dan beristirahat.
Senyap sesaat. Seperti biasa, yakni Bi yang merenungi diri dan Junior yang mengecek ponselnya.
Setelah beberapa saat Bi beraktifitas di pagi buta, ia lupa kalau ia belum sarapan. Hingga ia merasakan sesuatu sekarang.
"Laper."
Iya, Bi merasa lapar sekali.
Junior pun menoleh dan menatap Bi.
"Lo laper?" tanya Junior memastikan dan gadis itu mengangguk.
Ponsel pun dimasukkan ke saku celana hitamnya dan Junior berdiri, berjalan menuju kulkas.
Junior membuka kulkas. "Ini gak ada lauk atau bahan masakan apa gitu? Selain telur?"
"Enggak. Makanya, Bunda izin ke kamu buat ke pasar. Aku sih, pengen ke pasar," jawab Bi menggantung.
"Tapi nanti, kamu pasti gak kasih izin." Berakhir dengan side eye yang menjengkelkan.
Bukannya merasa kesal atau semacamnya, pemuda yang bernama Junior itu malah terkekeh dengan senyum miring khasnya.
"Ngapain ketawa?" tanya Bi bingung.
"Siapa suruh lo nurutin gua?"
Bi akui, Bi kicep. Perkataan Junior itu benar.
Rasanya, Junior memang memaksa, tapi tak pernah se-strict itu. Junior hanya memperingatkan dan melarang hanya sekali atau dua kali saja, dan setelahnya dengan gampang Bi menurut.
Efek suka sama orang otoriter, ya begini. Hanya menurut, dan mau menurut.
Kembali dari pemikiran Bi, Junior kini tengah mencari bumbu masakan yang masih tersedia dan banyak. Ia pun memutuskan mengambil nasi putih yang sudah masak, dan beberapa bumbu yang dibutuhkan.
Sudah Junior putuskan, bahwa ia akan membuat menu sarapan pagi yaitu nasi goreng.
"Mau buat nasgor?" tanya Bi dengan antusias.
Junior hanya mengangguk kala mencincang bawang.
"Aku mau bantu—"
"Gak. Lo diem, aja."
"Apa sih, Jun? Aku cuma mau bantuin."
"Gua bilang gak usah, ya gak us—"
"Junior! Aku gak bakalan kenapa-kenap—"
"Lo nurut, and just stay. Cuma gua yang bakalan masak."
Junior berjalan dan berhenti tepat di depan Bi, merendahkan tubuhnya sedikit, dan mendekatkan wajahnya dengan wajah Bi sejarak 15 centimeter kalau diukur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Could You? (on Hold)
Teen FictionON HOLD Walau terlihat sederhana dengan kamera yang selalu dipegang, kehidupan perempuan yang kerap dipanggil Bi itu tak sesederhana itu. Memang berat. Namun, semenjak dentuman bola basket menarik perhatiannya saat ia berjalan melewati aula basket...