"Aku mau pulang!"
Begitulah sentakan terakhir Bi sebelum ia melarang semua orang untuk masuk ke kamar yang ia singgah sekarang.
Sebenarnya bukan ini yang ia mau. Bi hanya ingin pulang dan beristirahat di sana. Di sini dan akhir-akhir ini, Bi merasa selalu merepotkan banyak orang. Belum lagi ia tak tahu tentang keberadaan kakaknya sekarang yang selalu menghilang tiba-tiba itu.
Namun ketujuh orang itu, terutama Surya, Serga, dan Junior yang keras melarang Bi pulang. Mereka tak begitu percaya dengan kata Bi yang meyakinkan mereka bahwa ia akan baik-baik saja di rumah, walaupun sendirian. Alhasil, Bi terpaksa tak mau berbicara kepada siapapun sampai sekarang.
Tok tok tok!!
"Gak mau!" seru Bi malas.
Siapa lagi yang datang dan memohon seka-
"Ini Haniel, Bi."
Bi termenung. Ia sebenarnya tidak marah kepada siapapun. Hanya ingin membuktikan betapa ingin dirinya mengurus masalahnya sendiri.
"Em, masuk."
Kenop pintu terbuka dan menampilkan Haniel yang memakai hoodie hitam dan celana jeans selutut. Tangannya membawa nampan berisi makanan dan air putih. Dan senyum teduh itu tidak pernah selesai hilang dari wajah kakak kelas Bi tersebut.
"Kamu pasti belum makan. Iya, kan? Nih buat Abigail Yunara Rizaputri." Tangan pemuda itu menyerahkan piring bercorak kucing.
Bi hanya diam saja. Jika jujur, ia lapar sekali. Apalagi mangkuk itu berisi nasi goreng dan ayam bakar yang menjadi salah satu favorit Bi jika pergi membeli jajan.
Namun, ia harus ingat! Dia sekarang cosplay ngambek dan gak mau ngomong.
"Oh, gitu. Kamu gak mau makan?" tanya Haniel.
Bi bisa lihat dari ekor matanya. Wajah pemuda yang berumur 20 tahun itu memberikan mimik wajah menggoda. "Padahal ini buatan Junior."
"Yaudah, lah. Juna! Jerrel! Tadi lo pada bilang laper. Nih, Bi kagak mau mak-"
Seketika, Bi menarik cepat piring itu. Hampir saja isinya tumpah karena tingkah Bi. Melihat itu, Haniel tertawa cukup keras.
"Tadi keliatannya gak mau. Sekarang kok pengen banget?"
Bi membulatkan mata. "A-apanya? I-ini aku ambil soalnya Juna sama Jerrel udah makan."
"Dari mana kamu tau? Barusan mereka berempat pada cari resto buat makan di luar." Haniel tersenyum menggoda.
Bi mendengus. Namun ia lebih baik berdoa dan mulai memakan makanan ini yang terlihat enak ini. Sayang jika dibuang atau diberikan pada orang lain. Apalagi buatan Junior.
"Oh! Apa karena ini buatan Junior, terus kamu ambil?"
"Uhuk! Uhuk!"
Dan Haniel makin keras tertawa, bahkan Surya yang tengah marathon drama korea pun berteriak kesal pada kakak keduanya. "Diem Kak! Gua tonjok kalo lo ketawa kayak kunti lagi!"
Di penghujung tawanya, Haniel menatap Bi yang meminum air putih sambil mengerutkan dahinya jengkel. Gadis itu terlihat lucu dan menggemaskan sekali. Hatinya pun menghangat. Ia tak pernah melihat penampakan imut ini selama hidupnya.
"Kak Haniel apaan, sih! Aku Cuma laper doang," cerca Bi seraya melahap kembali makanannya.
"Iya, iya. Maafin Kakak, ya? Cuma bercanda doang, kok," jelas Haniel.
Hening sejenak karena Haniel membiarkan Bi menikmati makanannya. Ia diberitahu Surya saat pulang tadi pagi. Gadis ini tidak mau makan dari pagi hari karena merajuk mengenai permintaannya yang ditolak mentah-mentah oleh Junior.
KAMU SEDANG MEMBACA
Could You? (on Hold)
Teen FictionON HOLD Walau terlihat sederhana dengan kamera yang selalu dipegang, kehidupan perempuan yang kerap dipanggil Bi itu tak sesederhana itu. Memang berat. Namun, semenjak dentuman bola basket menarik perhatiannya saat ia berjalan melewati aula basket...