"Bangun, Jun!"
Junior tersentak. Kemudian mengedarkan pandangan ke sekitar. Dirinya sekarang terbaring di sofa dalam ruangan OSIS.
Ternyata dirinya hanya bermimpi.
Tapi mengapa terasa begitu nyata?
"Lo tidur dari jam ketiga sampe jam keenam, botak," cerca Jerrel kesal.
Sepupu Junior itu barusan dimarahi oleh Pak Hudi. Karena Junior yang masuk sekolah, tapi tidak untuk masuk kelas. Dan disaat jam mata pelajaran Pak Hudi tiba, Junior sudah hilang tak menampakkan diri. Jerrel pun jadi sasaran empuk untuk bapak tua itu mengomel.
"Sana ke kelas! Pak botak ngomel mulu, sakit telinga gua." Jerrel duduk di single sofa.
Junior masih mengumpulkan nyawanya, dan juga menetralkan pikirannya setelah mendapat mimpi aneh itu.
Jerrel yang merasa tak didengar melambaikan tangan di depan wajah Jun. "Woi! Lo dengerin gua gak, sih?"
Bukannya menoleh dan bertanya, Junior bangkit berdiri. Memakai jaket hitam yang selalu ia bawa, dan pergi dari ruang OSIS.
"Heh! Lo mau kemana?"
Jun menghentikan langkahnya. "Kalo udah pulang, bawa tas gua. Nitip absen sampe pulang. Bilang aja gua ke rumah sakit."
Jerrel menghela napas kasar.
"Kocak lo! Baru empat jam lo sekolah, udah pengen ke rumah sakit aja," seru Jerrel mengejek sepupunya.
COULD YOU?
Tok tok tok!
Serga membuka pintu dan nampaklah suster yang membawa nampan berisi bubur.
"Permisi. Ini sarapan untuk Nona Abigail, ya mas," ucap suster dan menyerahkan nampan itu.
Serga pun menerima. "Kok baru jam segini, ya, Sus? Anaknya udah laper dari tadi sampe ketiduran."
"Oh, maaf, Mas. Memang ada pasien baru yang datang. Jadi agak molor untuk pemberian sarapan. Sekali lagi, mohon maaf ya, Mas," ujar suster.
"Iya, Suster, gak apa. Terima kasih ya, Sus, untuk makanannya," balas Serga ramah.
Menutup pintu secara perlahan setelah suster tersebut pergi. Yang utama kini membangunkan Bi.
"Bi, bangun. Ini sarapannya udah dateng," bisik Serga sambil menepuk pelan bahu Bi.
Ada pergerakan. Bi pun membuka mata dan meringis karena sinar lampu bercampur cahaya matahari yang menyilaukan. Serga tersenyum kecil melihat pergerakan Bi yang malas ini.
"Yok, bangun, yok! Nih sarapannya udah nyampe," seru Serga menyemangati. Tangannya kini mengatur ranjang Bi agar Bi tak perlu repot bangun.
Bi mengangguk. Ia memposisikan tubuhnya agar nyaman saat memakan sarapan. Nampan pun sudah Serga letakan bersama dengan meja mini untuk mempermudah saat makan.
Serga duduk di kursi hitam itu. Menunggu Bi yang terdiam menatap sarapannya.
"Kok diem? Cepet makan buburnya. Entar keburu dingin, gak enak kalo dimakan," ucap Serga menegur.
Bi menoleh dan melihat Serga sekilas. Hanya satu yang membuat Bi tak memakan buburnya.
Bi, hanya merasa kosong.
KAMU SEDANG MEMBACA
Could You? (on Hold)
Teen FictionON HOLD Walau terlihat sederhana dengan kamera yang selalu dipegang, kehidupan perempuan yang kerap dipanggil Bi itu tak sesederhana itu. Memang berat. Namun, semenjak dentuman bola basket menarik perhatiannya saat ia berjalan melewati aula basket...