29 | Unpredictability

2.5K 280 106
                                    

Bulan demi bulan, sudah kulewati sebagai seorang istri dan tentunya (masih) penulis. Keteteran? Tidak juga. Suamiku adalah orang paling pengertian sedunia, sehingga aku bisa mengatur waktu menulis dan waktu bersamanya lebih leluasa.

Mommy? Sama. Ternyata Mommy Laksmi sangat pengertian juga. Beliau pernah bilang, akan selalu mendukung apa saja passion-ku selama masih menjadikan Kei nomor satu. Oh, tentu saja. Aku hanya akan menulis ketika Kei sedang bekerja atau sudah tertidur di waktu malam. Selebihnya, adalah waktu baktiku untuknya.

Omong-omong Kei... jujur saja, sampai sekarang aku masih terus berlatih, berusaha agar bisa menjadi seperti dia, menjadi sebaik dirinya. Supaya aku tidak terkesan mengambil keuntungan saja mengingat Kei sangat bucin kepadaku.

Aku mungkin tidak selucu dan semenggemaskan Kei, aku lebih lugas dan tegas saat berbicara dan bertindak. Namun, percayalah... cintaku dan cintanya boleh diadu kebesarannya.

“Leah, jadi kita gak boleh makan IYFC lagi, ya?”

“Iya. Kei sedih ya gak bisa makan IYFC lagi?”

“Sedikit sedih, sih... tapi gak apa-apa, kok. Kan, demi kedatangan adik bayi.”

Percakapan beberapa hari lalu melintasi ingatanku.

Sudah 7 bulan kami menikah, tapi belum ada tanda-tanda aku berbadan dua. Memang, anak adalah titipan Tuhan, tetapi aku tak bisa untuk tidak waswas. Aku takut salah satu dari kami ada yang bermasalah. Lantas, bergegaslah kami berdua.

Bergegas apa? Periksa kesuburan.

4 hari lalu, kami selesai melakukan tes kesuburan. Mendapat banyak wejangan dan lain sebagainya. Salah satu wejangannya adalah, tidak boleh makan junk food seperti IYFC kesukaan kami berdua.

Oke, oke. Itu sudah beberapa hari yang lalu. Kini, di sinilah aku dan suamiku. Berhadapan dengan seorang dokter yang memeriksa kami 4 hari lalu.

Dokter bernama Yana, yang kebetulan sekali adalah teman SD-ku ini, tampak sudah sangat siap membacakan hasil pemeriksaan itu kepada kami.

Aku sungguh deg-degan. Kulirik Kei di kursi sebelah, dia diam kaku dan tampak pucat. Mari bertaruh, jantungnya pasti sudah mau lepas. Aku menyapu pahanya sekilas, supaya dia dapat lebih tenang.

“Mas Zadkiel sama Leah gak ada masalah kesuburan yang parah, kok,” ujar Yana dengan senyuman hangat. Berbicara sedikit non formal sebab aku adalah kawan lamanya.

Aku mengembuskan napas lega, lalu menelan ludah. Kei menyeka muka dengan tangan kirinya.

“Mas Zadkiel bukan perokok, kan?” tanya Yana lagi.

Kami menggeleng bersama. “Bukan, Dok,” jawab Kei lebih cepat.

Yana tersenyum. Mungkin dia lupa, sebab pertanyaan itu sudah ditanyakannya 4 hari lalu.

“Bagus itu, Mas. Pertahankan, ya. Selain menurunkan risiko infertilitas, semua manfaatnya untuk kesehatan Mas sendiri.”

Kei tersenyum kikuk, lalu mengangguk canggung. Aku tersenyum melihat Kei yang selalu malu-malu.

“Ini... barangkali Mas Zadkiel sama Leah kelelahan, banyak aktivitas, atau banyak pikiran. Makanya, fertilitas sedikit menurun. Ingat saran saya waktu itu, ya... ambil rehat sejenak dari kesibukan, atau setidaknya banyak istirahat di rumah kalau kerjaan sudah rampung semua. Hindari bergadang dan makan junk food. Jangan minum beralkohol, juga perbanyak makan sayur dan buah, makanan mengandung protein dan asam folat. Nanti saya pandu untuk menentukan tanggal masa subur Leah, ya. Kalau mau promil, berhubungan dianjurkan saat masa subur saja.” Yana kembali menerangkan panjang lebar.

LEAH and HER PETERPAN ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang