06 | Somebody, Help Leah!

2.7K 368 97
                                    

Votenya dulu dibiasakan ya beb, yaaa. Masa jomplang amat vote sama readsnya😶 Makasih😘💜

.

.

.

Hari ini, pukul 10 pagi, adalah keesokan harinya setelah Leah putus dari Gavin. Perempuan cantik itu mulai stres sendiri akibat kemarin, sang ayah malah menyalahkan dirinya atas putusnya ia dengan Gavin.

"Ya emang salah kamu. Kamu nyuekin dia, makanya dia sakit hati dan mutusin." Begitu kata papanya.

Untuk itu, Leah hanya bisa menggerutu dan merutuki nasib di dalam hati. Karena ayahnya, mana mau kalah? Mendengarkan penjelasannya saja si ayah malas-malasan, tetap menyalahkan. Ibunya juga sama, sama-sama menyalahkannya.

"Kamu padahal kalau nikah tuh sama laki-laki, Leah. Bukan sama buku." Begitu kata mamanya Leah, memperkeruh keadaan.

Oke, Leah mengerti. Ia pun menyesal telah menduakan Gavin dengan setumpuk hobi dan ambisi. Tapi, masa tidak ada satu pun yang membelanya, sih? Leah kan juga ingin dibela. Paling tidak, dimengerti sedikitlah. Ia juga sakit hati karena diputuskan Gavin tanpa kesempatan. Kok bisa tidak ada yang mau menghiburnya???

"Okay, Leah. You are terribly alone in this world and that is a fact!" cetus Leah di depan cermin kamarnya. Matanya basah, merah, berkaca-kaca. Rambutnya acak-acakan.

Gadis itu tersenyum miring, masih menatap dirinya di cermin. "Udahlah, Leah. Mama sama Papa emang gak pernah bisa dukung lo sepenuhnya. Lo diputusin aja, gak ada yang mau ngebela lo. Padahal, lo juga udah minta maaf, kan? Ke Gavin, bahkan ke Mama sama Papa. Tapi liat tuh dua orang tua itu, gak ada simpatinya sama lo!"

Napas Leah naik-turun. Pikirannya amburadul. Rasanya ingin berteriak, namun itu bukan pilihan betul. Pasti Mama akan menjitak kepalanya jika mendengar ia berteriak-teriak. Akan dituduh gila atau kesetanan.

Dengan perasaan sebal yang sungguh sangat tebal, Leah ke luar dari kamarnya. Pergi ke wastafel dapur untuk mencuci mukanya tanpa sabun apa-apa, bodo amat, kemudian ia kembali ke kamarnya lagi—tapi di jalan bertemu dengan Hana, mamanya, dan Leah pura-pura tidak lihat.

Mamanya menengok, menatap Leah yang berjalan terus tanpa menyapa atau basa-basi babibubebo. Geram, Hana menatap sinis punggung anaknya tidak bersahabat. "Dasar anak gak sopan. Awas kamu nanti," batinnya.

Masuk ke kamar, Leah berganti baju dengan asal. Kemudian, mengambil tas kecil yang ia isi dompet dan ponsel saja. Selanjutnya, mengambil kunci motor matic di meja belajar sebelum kembali ke luar kamar.

Berjalan menuju pintu utama, di ruang tamu, ia lagi-lagi bertemu Mama. Biar bagaimanapun, Leah harus tetap berpamitan, kecuali kalau niat kaburnya sudah bulat.

Tidak, kok. Hanya bercanda.

"Ma, Leah ke luar dulu," ujar Leah.

Ayahnya tidak ada. Jam 10 pagi begini sedang kerja tentu saja.

Hana memicingkan mata. "Mau ke mana kamu?"

"IYFC, toko buku," jawab Leah pelan.

Sang ibu menghela napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya perlahan-lahan. "Jangan lama-lama," pesannya singkat, agak ketus.

LEAH and HER PETERPAN ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang