Rinai hujan yang cukup garang mengisi kegalauan gadis cantik kita—Leah Amourina. Ia sedang berada di salah satu halte pinggir jalan, tepatnya di seperempat perjalanan pulang dari gedung Selena Publisher menuju rumah yang masih lumayan jauh jaraknya.
Leah tidak sendirian, ada seorang ibu-ibu dan bapak-bapak yang diduga sebagai pasangan suami-istri, juga 2 orang gadis SMA yang sama-sama sudah basah bagian bahu seragamnya. Mereka semua bernasib sama dengan Leah—terjebak hujan lebat.
Dalam lamunannya, Leah menatap aspal jalan yang terus ditikam-tikam curah hujan. Pikirannya memutar kembali peristiwa yang terjadi belum lama.
Leah menyesal. Sekarang, Kei pasti menilainya sebagai perempuan yang buruk sebab tidak punya norma ketika bertutur.
Bagaimana, ya? Leah tidak bermaksud kurang ajar. Mulutnya memang agak sakti mandraguna. Namun, Leah berani bersumpah, dirinya tak seburuk apa yang mungkin Kei pikirkan—padahal, Kei tidak memikirkan apa yang Leah pikir Kei pikirkan. Hmmm.
Habislah Leah bila Kei mengadu pada ibunya. Pasti wanita paruh baya itu akan semakin sensi dan judes kepada Leah. Lebih buruknya, Laksmi bisa saja menyuruh Kei memutuskan hubungan.
Hnggg, gue gak mau diputusin sama Kei.... Gue udah telanjur sayang sama bayi gede itu.... Gue takut gak bisa move on dari dia.... Mau nyari di mana cowok segemes Kei...? Batin Leah merintih dan meringis.
"Neng, mau ke mana?"
"Gak, saya gak mau putus sama Kei, Bu," jawab Leah sedih.
Ibu berkerudung hitam itu mengerutkan dahi. Cantik-cantik, gak nyambung. Ia membatin.
"Saya nanya Nengnya mau ke mana, bukan mau nyuruh Neng putus, kok," kata si ibu-ibu serius.
Leah yang hobi mengkhayal langsung tersadar. Ia menengok cepat ke arah si ibu-ibu. "Oh? Eh, i-iya... ini saya mau ke Perum Asrimukti, Bu," jawabnya dengan senyum memalukan.
Ibu itu tertawa khas ibu-ibu. "Ya ampun, Neng. Tadi jawabnya ke mana-mana."
"Hehe... maaf, Bu. Lagi agak-agak emang saya," jawab Leah apa adanya.
"Emang jaman sekarang mah susah ya, Neng... banyak masalah," kata si ibu sambil duduk di sebelah Leah.
"Iya, Bu... lumayan. Kadang capek, tapi ya gimana ya, Bu." Leah terkekeh sopan, tidak pernah canggung berbicara dengan orang baru.
"He'eh. Kita jalanin aja, Neng. Banyakin sabar dan berdoa supaya pikiran kita tetep sehat," nasihat si ibu.
Leah manggut-manggut dengan senyuman. Yang ibu itu bilang adalah benar. Ia harus bisa menjaga akal sehatnya.
Sedetik kemudian, Leah malah semakin sadar kalau Kei adalah salah satu sumber kewarasannya belakangan hari ini. Jadi, tidak mungkin Leah rela bila Kei terus marah padanya begini.
Namun, untuk menghubungi Kei pun Leah masih malu. Kalau sudah di rumah saja baru Leah menghubungi Kei untuk minta maaf, sebab teringat dirinya belum meminta maaf.
Duduk dengan ibu-ibu yang tak dikenal, Leah melanjutkan penatapan aspal basah dan langit kelam. Menunggu hujan berhenti mengguyur bumi supaya ia dapat pulang.
Angin dingin berair menusuk kulit sampai tulang. Slipper branded-nya basah terkena sedikit tempias. Leah jadi sedih. Perjalanannya hari ini banyak sekali kerikil. Ia hanya ingin bertemu Kei-nya, tapi susah sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
LEAH and HER PETERPAN ✔️
RomanceKei, cowok blasteran yang ekstra manja disuruh menikah oleh ayahnya supaya tidak lagi manja. Kei yang submisif pun nurut-nurut saja, tapi harus menikah dengan siapa? Kemudian, Leah si cewek ambisius, feminin, dan sedikit galak itu tiba-tiba bertemu...