Keesokan hari telah tiba perempuan cantik mengenakan pakaian santai baru saja memasuki area dapur untuk membuat sarapan, sejak semalam ia belum berkomunikasi lagi terhadap Lisa. Seusai kejadian menyakitkan di ruang kerja itu Jennie memilih untuk tidur di kamar lain sembari tak ingin mengganggu keadaan suaminya, namun siapa menyangka justru Lisa sendiri tertidur di ruangannya.
Perasaan kesal bercampur sakit telah menggumpal di hati seorang Jennie, mungkin ia sudah merasa bisa memiliki Lisa padahal semua itu salah. Kebersamaan mereka tidak ada artinya sama sekali dan hanya sebuah keterpaksaan yang harus di lakukan bagi cucu pertama Manoban, Jennie terlihat mengaduk coklat panas untuk Lisa serta roti panggang sebagai menu sarapan kali ini.
Berkali-kali ia menghela nafas seakan ingin menunjukkan kepada dunia bila sifat Jennie bukanlah seperti sekarang, ia wanita yang di cari oleh para lelaki bukan sebaliknya. Terkadang keinginan tak sesuai harapan, ia melangkahkan kaki mungilnya menuju ke ruang makan dimana Lisa sudah berada di sana sembari tak henti bermain ponselnya.
"Selamat pagi." Sapanya tapi tak ada tanggapan apapun, Jennie mengulum bibirnya sendiri sambil menunggu reaksi Lisa kembali.
Di sisi lain perempuan setengah laki-laki justru menyilangkan kedua tangannya setelah mengetahui kalau minuman tersebut bukan sesuai keinginannya, ia menggeser secangkir coklat hingga sedikit tumpah.
"Aku mau kopi hitam." Ketusnya begitu antusias sesudah ada notif masuk di ponselnya, Jennie sadar mungkin saja pesan itu berasal dari Diana. Ingin dia protes namun dirasa percuma.
"Hm baiklah tunggu sebentar." Sela Jennie mau tak mau ke dapur untuk membuatkan kopi hitam, ia tak mengetahui kenapa mood Lisa selalu berubah-ubah bahkan haraboji memberitahu jika cucunya tidaklah menyukai kopi hitam.
"Haish sudah jam berapa ini, dasar lelet." Gerutu Lisa melihat pergelangan tangannya, ia mengetuk-ngetuk jari telunjuknya ke atas meja menunggu sangat istri menghidangkan sajian minuman.
Beberapa saat kemudian Jennie datang dengan nampan kecil lalu meletakkan secangkir kopi hitam panas di hadapan Lisa, tidak lupa senyuman di tunjukkan supaya ada celah untuk menghilangkan kecanggungan di antara keduanya. Lisa tak berucap sepatah apapun kecuali menyeruput secara perlahan.
"Kyahhhh kenapa pahit sekali." Marahnya meletakkan kembali cangkir pada tempatnya tanpa berhati-hati, ia menuang air putih untuk menetralkan rasa di lidahnya.
"Hihi kurasa sudah pas." Jawab Jennie sedikit terkekeh memperhatikan wajah Lisa yang merah padam, ia mengetahui mungkin pasangannya ini akan murka namun ia tetap kalem.
"Sudah pas apanya, kopi ini sangatlah pahit. Apakah kau tidak memberi gula?" tanyanya sembari berdiri, ia berkacak pinggang seolah atasan tengah memarahi bawahannya.
"Uhmm tidak, karena dengan kamu meminum kopi sambil melihatku saja sudah manis." Kata Jennie memperlihatkan gummy smile miliknya.
"Yahhh kau..." desis Lisa mengepalkan sebelah tangannya begitu geram namun ia urungkan untuk melayangkan pukulannya. Lantas ia berjalan entah pergi kemana tanpa berpamitan.
"Dasar emosian." Kelakar Jennie mengerucutkan bibir, ia pun menjadi terduduk di salah satu kursi ruang makan.
"Ini akan membosankan di tambah Lisa pergi, haish mengapa hidupku semenyedihkan ini." Ujarnya berbicara sendiri, ia memutuskan ke atas untuk melakukan kegiatan lain.
***
Wanita berambut blonde sedang menikmati pesanan makan paginya sembari mengerjakan pekerjaan yang lumayan menumpuk, ia harus menangani banyak hal seusai di tinggal Jennie cuti sementara. Meski ia menyadari bahwa atasannya sedang menjalani bulan madu, walau di dalam hati tak begitu yakin pasalnya pernikahan mereka hanya sekedar keterpaksaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
FORCED LOVE (JENLISA)
FanfictionWarning!!! 18+ GENRE : FUTA G!P, Romance, Tense, Sad, Drama Married, Happy Seorang CEO muda dari Manoban Central Asia bernama Lalisa Daniel Manoban, dia merupakan cucu tunggal yang harus meneruskan bisnis keluarga. Untuk menjadi Komisaris atau Pimpi...