PROLOG

785 20 147
                                    

"Aku menyukai mu!"

Alara terbelalak setelah mendengar satu kalimat yang di ucapkan oleh Ayan yang ber-notebene sebagai seniornya dulu di kampus; mereka bertemu lagi setelah sekian lama namun gadis itu malah mendengar ini dari mulut Ayan.

"Aku kesini ingin melamar mu," tambahnya memperjelas kedatangannya.

Lagi-lagi kalimat yang di keluarkan dari mulut Ayan membuat Alara tercengang sendiri. Bagaimana bisa? Dengan mudahnya Ayan melamarnya setelah mereka tak bertemu sekian lamanya, bahkan tidak ada pendekatan pula; zaman dulu bahkan ia cuek.

"Aku juga sudah melamar mu kepada orangtua mu," pria itu mengatakan dengan santainya.

Alara semakin terbelalak. "Kenapa kau langsung melamar pada orangtuaku? Dengar ya, kita kan baru bertemu setelah sekian lama lalu kau melamar ku seperti ini?"

"Alara aku menjauh bukan karena benar-benar ingin menjauh darimu, aku bekerja keras untuk masa depan kita juga--"

"Tapi aku belum setuju, dan apa kata orangtuaku?" sela Alara gemas.

"Mereka setuju tapi harus kau yang setuju," balas Ayan tampak santai.

Alara terdiam sejenak. Ayan memang baik; tipikal pria kaya dan royal, mungkin akan terdengar seperti Arkan Firmansyah; pria kaya raya yang royal, baik hati, penyabar, sangat penyabar dan cintanya sangat tulus. Seperti itulah Ayan.

Tapi sayangnya bagi Alara: Ayan sangat membosankan tapi bisa di bilang juga romantis, ia bisa saja menerima lamarannya, toh dirinya pun masih sendiri tapi kenapa begitu mendadak?

"Bagaimana yah--" Alara garuk-garuk kepalanya, pusing sendiri memikirkan ini. Ayan juga, terlihat memaksa ingin jawabannya sekarang.

"Kau sudah punya kekasih?" tanya Ayan waspada.

"Tidak juga," balas Alara.

Ayan tersenyum lega. "Lalu apalagi? Kau mau menunggu apa? Kita menikah saja ya?"

Alara memejamkan matanya terlebih dahulu, mengatur nafasnya dan menjawab, "ya sudah, kita menikah saja."

"Tapi--" Alara mengantungkan kalimatnya.

"Tapi apa?" tanya Ayan yang tadi sudah sangat bahagia karena di terima lamarannya.

Alara malah tersenyum genit. "Bagaimana kalau sebelum menikah, kau menculik-ku terlebih dahulu? Ya, kan? Itu sangat seru!" ajak Alara kegirangan.

Ayan langsung menatap calon istrinya datar. "Kepala mu selalu memikirkan tentang penculikan, kita akan menikah bukan membuat aksi kriminal!"

"Oh ayolah! Kau menculik ku dulu, gitu..." pinta gadis itu kekeh.

"Tidak! Aku tidak akan menculik mu! Kau aneh-aneh saja!" geram Ayan.

"Ayolah kak! Culik aku!" paksa Alara.

"Tidak mau!" ketus Ayan.

Alara langsung kesal dan pergi meninggalkan Ayan disana.

"Eh eh, Alara!"

Bersambung...


Alara Faiq

Alara Faiq

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
ALARA SECRET : Obsesi Penculikan [Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang