20. Tempat Persembunyian

58 10 180
                                    

"Kasian sekali Alara menikah dengan seorang pria yang tidak tahu apa-apa tentangnya, setidaknya dia harus tahu apakah istrinya punya alergi atau tidak," celetuk Ayan memanasi Athar yang sedang merenung di balkon, setelah memastikan istrinya tidur dengan tenang.

Athar mendelik tajam. "Iya kau benar, tapi untungnya dia tidak jadi menikah dengan pria yang menyepelekan hal-hal kecil tentangnya."

"Aku tidak pernah menyepelekan hal-hal kecil tentangnya," timpal Ayan yang tak terima.

Athar tertawa renyah. "Tidak pernah? Lalu apakah kau menerima permintaan Alara soal penculikkan? Apakah kau menerima tawarannya? Padahal permintaannya hanya kecil, dia hanya minta diculik, sehari dua hari kau bisa langsung bebaskan dia. Hanya untuk seru-seruan saja pun kau tak mau, beralaskan itu konyol!"

"--lalu apakah kau mendengarkan imajinasi-nya? Mendengarkan setiap ceritanya dengan antusias? Atau sedikit memujinya tentang penculikkan agar dia senang?" tambah Athar.

"Itu akan semakin membuatnya terobsesi! Aku menolaknya karena aku tidak ingin dia terus terjerumus dengan penculikkan sialan itu!" jelas Ayan tegas.

Athar menggelengkan kepalanya. "Kau salah! Dia tidak akan berhenti sebelum keinginannya tercapai, itulah dia. Obsesinya memang konyol, tapi itulah yang dia inginkan!"

"Lalu kenapa kau tak culik dia saja?!" tanya Ayan emosi.

"Aku ingin, aku bisa. Tapi Alara meminta hal lain padaku, yang lebih susah dari pada permintaan Alara padamu!" ketus Athar sebelum pergi meninggalkan Ayan sendirian disana.

"Kau masih saja memperdebatkan hal penculikkan yang tak penting itu?" celetuk Naira yang ada di belakang Ayan.

Ayan menoleh sekilas, lalu mengalihkan pandangannya pada langit. Menatap bintang-bintang, dan berkata, "Kenapa Alara memilih menikah dengan Athar? Apa yang dimiliki Athar?"

Perlahan tapi pasti Naira berjalan mendekati Ayan, berdiri disampingnya, memegang besi di depannya sambil menatap bintang-bintang di langit. "Mungkin, Athar memberikan sesuatu yang tak pernah ia dapatkan dari orang lain."

"Apa?"

Naira tersenyum kecut. "Penculikkan, mungkin?" setelah mengatakan itu Naira segera pergi meninggalkan Ayan seorang diri; wanita itu memilih kembali ke kamar Alara yang masih terbaring lemas, untungnya sekarang sudah tidak mual-mual lagi.

"Kau selalu saja menonton film itu, apakah tidak bosan? Menonton film berulang-ulang?" tanya Naira heran; bisa-bisanya Alara menonton film yang sama berulang kali, seperti setiap minggunya harus menonton film itu padahal sudah tahu endingnya seperti apa.

"Mana mungkin aku bosan dengan film kesukaan ku?" balas Alara yang tak mengalihkan pandangannya.

"Iya, kau memang setia," timpal Naira ketika mengingat, sejak kecil Alara suka dengan penculikkan bahkan sampai sekarang. Maka tak heran jika Film pun seperti itu.

Alara melirik Naira sekilas. Rasanya aneh sekali, padahal dulu mereka begitu akrab, ia walaupun dikit-dikit bertengkar; sejak insiden itu, mereka jadi musuhan. Naira juga menginap disini, dan tidur di kamarnya atas keinginan orangtua mereka.

Keheningan menyelimuti mereka. Padahal mereka ingin sekali bertanya, tapi ragu. Dan tiba-tiba Naira bertanya, melupakan gengsinya. "Apakah kau tahu dimana Gara berada?"

Alara terdiam sejenak. "Jika aku bertemu dengannya, akan ku serahkan dia padamu langsung. Jika bisa, kau langsung bunuh dia saja," sahut Alara yang juga kesal pada Gara. Jika bukan karena dia, mungkin semua ini takkan terjadi.

"Apa alasannya? Kenapa Gara memilih untuk pergi meninggalkan ku?" lirih Naira. "Apa kekurangan ku? Sampai-sampai dia memilih untuk mempermalukan ku dihadapan semua orang dengan meninggalkan ku di hari pernikahan ku?" tambah nya dengan tatapannya yang nanar.

ALARA SECRET : Obsesi Penculikan [Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang