Haris Maherdianta

711 48 20
                                    

Selamat membaca 💙

 Selamat membaca 💙

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


PoV Haris

Menatap tumpukan roti dan berbagai kue yang terjual hanya seperempat dari produksi hari ini, aku hanya dapat menghela nafas panjang. 
Tagihan listrik, air, dan Diapers serta susu 5 bocah cilik di rumah seolah mencekik nafasku.

Tidak pernah sedikitpun aku membayangkan akan sampai di tahap kehidupan seperti ini : kesusahan hanya untuk sekedar memenuhin makan minum keluarga.

Tentu saja penyesalan merambati hatiku, tapi egoku melarangku untuk berkeluh kesah pada orang-orang di sekitarku. Walau sebetulnya , nyaris tidak ada lagi harga diri yang tersisa di diriku, tapi setidaknya untuk menyelamatkan mukaku , aku berpura-pura baik-baik saja.

Melihat Samira begitu bersinar, tegar dan bisa hidup lebih baik tanpaku, membuat sudut hatiku tidak bisa menerimanya. Dia dulu sangat tergantung padaku , siapa yang telah menghasutnya untuk bisa lepas dariku ? Dan berani menapak di kakinya sendiri ? Sedangkan seumur hidupnya, hanyalah berbakti padaku. 

Apa Samira sudah mencurangiku ? Sebelum aku mencuranginya ?

Pertanyaan-pertanyaan itu meracuniku.

Memilin dendam di dadaku.

Jika benar dia mencurangiku, bukankah sudah wajar jika akupun tergelincir hal yang sama ?

Aku lelaki, perlu penerus . Aku letih menunggu bertahun-tahun untuk mendngar indahnya tangisan bayi di rumahku bersama Samira.

Kupikir, Samira akan terus mencintaiku dengan membabi buta, sehingga sanggup untuk ku bagi semuanya dengan Nana. Wanita selemah Samira, mampu memutuskan pernikahanku dan memilih hidup sendiri.

Kasian sekali hidupnya yang sepi, tanpa anak , tanpa suami.

Aku masih mengingat hari itu, wajah cantiknya tampak tenang, teduh dan penuh keyakinan ketika sidang keputusan cerai berlangsung.
Dia berdiri menyambutku sesudah ikrar talak kuucapkan . Jujur, hatiku berguncang oleh kesedihan .

"Berhentilah sampai disini. Berbuat baiklah pada istrimu, jangan ada kedua kali kau mencurangi rumah tanggamu"

Mukaku terbakar oleh rasa malu.

"Kau mau anak kan ? Aku doakan, semoga anakmu menjadi ujianmu"

Aku mendengar dan belajar, bahwa doa orang tersakiti akan di jawab oleh Tuhan.

Jadi, ketika Nana setiap tahun tidak berhenti melahirkan bayi, sekuat apapun kami mencegah kehamilan itu, hingga 8 anak yg sekarang harus aku urusi, aku tau , inilah jawaban atas doa Samira.

Aku sedang memanen hasil kecuranganku, yang di bayar tunai oleh Tuhan, tempat Samira meletakkan semua harapan.

END 🌸

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


END 🌸

Rumah Samira Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang