Setibanya di kawasan apartemen, Elena dibuat puyeng lagi karena mesti memapah Jason yang pingsan ke unit apartemen nya.
Dari basement parkiran menuju unitnya yang berada di lantai 15 cukup bikin keok. Ditambah Elena mesti menahan diri buat nggak membetot kepala Jason yang berkali-kali mau merosot dan oleng.
Elena memeluk pinggang Jason dari samping. Menjaga supaya tetap seimbang. Sementara satu lengan cowok itu mengalung dilehernya. Bertumpu sepenuhnya.
Nggak usah tanya seberat apa beban yang lagi Elena tanggung sekarang!
Rasanya Elena pengen ngamuk tapi nggak bisa. Soalnya dia sadar, Jason jadi kayak gini karena dirinya.
Aarrrrrrghhhh!
Elena segera memasukkan kode sandi pada pintu apart nya. Terdengar bunyi ting. Dia tarik pintunya terbuka.
"Huft!" Elena menyeka peluh di dahinya dengan lengan sewaktu berhasil menjatuhkan tubuh besar Jason ke lantai yang terlapisi karpet bulu.
"Capeeeeek!" Elena ndeprok, terus ikut merebahkan diri di atas karpet. Bersebelahan sama Jason.
"Ya Tuhan apes banget gue hari ini!"
Elena merengek. Lalu segera menempatkan punggung jarinya ke bawah hidung Jason. "Oh, aman. Masih napas."
Elena tadinya mau baringan lagi karena jujur capek banget. Tapi batal sewaktu melihat luka di bibir, sudut mata, tulang pipi dan dekat pelipis Jason yang memar.
Elena bersimpuh, terus bergeser mendekat.
Dia memiringkan wajah, meneliti pahatan wajah Jason. Dahinya lebar. Pipinya tirus. Garis rahangnya tegas dan super lakik. Hidungnya tinggi banget dan bikin iri karena mancungnya nggak ketulungan.
Elena mengulurkan telunjuk buat menoel kecil hidung Jason. "Pas pembagian hidung bagus pasti nih orang nyerobot antrean paling depan."
Elena menyipitkan mata. Jarinya ditarik, terus dipindahkan ke pipi Jason. Ditekan pelan. Cuma beberapa detik. Sebelum berganti menekan pipinya sendiri. Elena ulangi itu bergantian. Lalu berdecak.
"Pake skincare apa nih cowok. Kulitnya bagus bener." Elena meraba-raba pipinya sendiri. Terus mencebik sewaktu menemukan jerawat nakal yang timbul didekat hidung. "Gak adil banget."
Elena beranjak buat ambil obat luka. Terus di obati tuh semua luka di wajah Jason dengan penuh kehati-hatian.
Habis di obati, Elena mondar-mandir disana. Dia sudah ganti baju. Sudah mandi juga, tapi Jason nggak kunjung siuman.
Elena kebingungan. Pikirannya resah dan berkecamuk. Terlanjur frustrasi, Elena duduk lagi disebelah Jason. Menatapnya tanpa melakukan apa-apa.
"Lo nggak ada luka dalam, kan?" Elena bermonolong sendiri lagi. "Tadi nggak kenapa-napa kok kepalanya. Berdarah dikit sih, tapi kan udah gue obatin? Dan darahnya nggak keluar lagi."
"Harusnya sih, nggak apa-apa ya."
"Duh," Elena menggigit bibir bawahnya gelisah. "Mana udah terlanjur gue bawa kesini lagi. Masa gue gotong gotong dia ke rumah sakit lagi? Beraaaaat!"
Elena menutupi wajahnya dengan telapak tangan. Kakinya kosel-kosel dikarpet sambil menjerit.
Rasanya Elena pengen nangis, tapi nangis juga nggak bikin masalahnya selesai.
Elena tempelin pipinya ke sisi sofa dengan muka lesu dan tertekan. Lalu dia melihat kaos Jason. Otot perut dan dadanya terjiplak jelas karena kaosnya jadi transparan gara-gara basah.
Elena buru-buru menegakkan punggung. Kedua matanya melebar. "Apa dia nggak bangun-bangun karena kedinginan, ya?"
"Ck, pasti iya! Bego banget gue. Mana dari tadi lagi."