Seorang perempuan kini tengah menenteng sebuah paper bag putih yang berisikan bubur ayam di dalamnya, kakinya melenggang memasuki lift dan menekan lantai yang akan ia tuju. Kemudian kakinya berayun keluar setelah pintu lift terbuka, kepalanya menengok ke sebelah kanan saat menyadari seorang perempuan baru saja memasuki lift yang akan turun.
"Ka Harri?" gumamnya pelan.
Embun menautkan alisnya, mengabaikan seorang yang baru saja ia temui. Mungkin perempuan itu baru saja memeriksa salah satu pasiennya, mengingat kalau perempuan itu sering mendapatkan panggilan sebagai seorang dokter. Batin Embun.
Perempuan itu menghentikan langkahnya di hadapan sebuah pintu yang bertulisan tiga ratus lima puluh, tujuannya untuk menjenguk lelaki bernama Gema karena kabarnya lelaki itu kini jatuh sakit. Jelas ia mengetahui dari sang kakak bernama Berlin, mana mungkin lelaki itu yang memberi tahunya. Mengingat hubungan tidak sehat mereka masih berlangsung, bahkan nomor handphone pun mereka sama-sama tidak saling memiliki.
"Hai," sapa perempuan itu setelah pintu apartemen terbuka, dapat terlihat jelas bahwa lelaki di hadapannya terkejut karena kedatangan perempuan tersebut.
Lelaki itu membuka pintu lebar-lebar seolah menyuruh perempuan yang masih berdiri diluar untuk segera masuk, tangannya bergerak mengambil sepasang sandal bulu berwarna pink untuk digunakan Embun.
"Makasih," ucap Embun setelah memakai sandal bulu tersebut, perempuan itu sempat berpikir bagaimana mungkin seorang Gema yang berstatus sebagai tunangannya memiliki sandal berwarna pink? Mungkin milik mantan tunangannya. Batin Embun.
"Kata ka Berlin, Ka Gema- maksud aku Dokter Gema sakit. Jadi aku sengaja kesini dan bawain bubur ..." ucap Embun yang meralat panggilannya, dan menunjukkan paper bag yang sedari tadi ia bawa.
Lelaki itu mengangguk pelan, "Iya,"
"Aku panaskan dulu, ya? biar enak kalau dimakan," ucap Embun yang langsung melangkah ke dapur, "Gak lama kok, cuma sebentar. Nanti aku cepat-cepat pergi," tambah Embun yang merasakan lelaki itu tidak nyaman karena kedatangannya.
Lelaki ber-Hoodie hijau mintz itu memilih duduk di sofa, dan menikmati tayangan tv yang menyiarkan kartun dua anak lelaki botak yang diantaranya memiliki satu rambut.
Sedangkan Embun masih berkutat di dapur lelaki itu, Embun memang tidak pandai memasak seperti adik lelakinya Zam-zam. Namun kalau misalnya hanya menghangatkan makanan, itu tidak terlalu sulit. Mata Embun menangkap dua mangkuk bekas bubur yang masih tergeletak di meja kecil di hadapannya, perempuan itu menatap nanar mangkuk bekas tersebut.
"Tunangan yang aslinya baru saja kesini?" tanya Embun setelah menyadari bau parfum yang tidak asing di indra penciumannya, parfum itu sama persis ketika Embun menciumnya di mobil milik Gema.
"Sadar Bun, pasti ada yang lebih khawatir,"
Perempuan itu memejamkan matanya pelan, benar saja apa kata perempuan bernama Berlin itu. Bumerang dalam hubungan? Bahkan Embun merasa bahwa dirinya sendiri lah yang menjadi Bumerang dalam hubungan Gema dan tunangannya, dan sekarang perempuan itu sudah kembali lagi.
'Prang...'
Kaki embun beringsut mundur saat serpihan beling dan beberapa remehan panas itu jatuh di atas punggung kakinya, perempuan itu berjongkok mencoba merapihkan kekacauan yang baru saja ia lakukan.
Matanya menangkap sepasang kaki yang berdiri di hadapannya, Embun mengangkat kepalanya pelan dan mendongak. Melihat seorang lelaki yang kini tengah menatapnya tajam, wajah pucat pasi tadi kini sudah berpindah digantikan dengan wajah merah padam. Melihat itu Embun langsung berdiri.
"Maaf, tadi gak sengaja kesenggol," Perempuan itu kembali jongkok untuk segera membersihkan kekacauan tersebut, namun tangannya ditarik kencang sehingga ia kembali berdiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
BERTAUT RASA
RomanceEmbun yang mengikuti alur hidup seperti air, Gema si lelaki seperti red Velvet yang mempunya sifat aneka rasa. Seperti red Velvet, perpaduan berbagai rasa yang unik. Dan Biru, lelaki melow namun Embun sayang. Ketiganya seperti perpaduan red Velvet y...