16 (ketemu sepupu)

6.4K 370 6
                                        

Di ruangan serba putih, Stevan menerima pelukan erat dari Fano. Sementara itu, Rimba hanya berdiri memerhatikan mereka, membiarkan Fano menikmati momen bersama ayah mereka. Ketika Stevan hendak mencoba melepas pelukan itu, Fano justru mempererat pelukannya.

"Heh, Papa yang menang!" ledek Stevan sambil melirik ke arah Rimba.

Tiba-tiba, pintu terbuka dengan suara keras. Lusiana muncul bersama Argo. Lusiana menatap Stevan dengan khawatir, sementara Argo terlihat kesal. Lusiana langsung menghampiri Stevan, berniat mencium bibirnya. Namun, Rimba dan Argo dengan cepat menutup mata Fano.

Saat Rimba dan Argo dengan cepat menutup mata Fano, keduanya langsung menatap tajam ke arah kedua orangtua mereka. Pandangan itu seperti peringatan tanpa kata, seolah berkata, "Jangan macam-macam di depan kami!"

Stevan yang sudah bersiap mencium Lusiana langsung menghentikan niatnya. Lusiana pun hanya tersenyum kecut melihat tatapan tajam kedua putranya.

"Ya sudah, kami nggak jadi," ujar Stevan sambil mengangkat tangan seperti menyerah.

Rimba dan Argo akhirnya merasa puas. Mereka melepaskan tangan dari mata Fano yang tampak bingung dengan situasi itu.

"Kenapa mata adek ditutup sih?" tanya Fano polos.

"Rahasia," jawab Rimba singkat.

"Pokoknya kalau ada yang aneh, kami yang urus," tambah Argo sambil melirik ke arah Stevan dan Lusiana.

Kedua orangtua itu hanya saling pandang sambil menahan tawa melihat tingkah protektif putra-putranya.

"Papa dapat laporan kalau adek pernah ke klub malam," ujar Stevan tiba-tiba, dengan nada datar yang membuat suasana mendadak tegang.

"Hah?! Papa denger dari siapa?!" pekik Fano kaget.

Rimba dan Argo langsung menoleh ke arah Fano dengan tatapan penuh selidik.

"Itu bener, Dek?!" tanya Argo sambil menyipitkan mata, menahan rasa kesalnya.

"Enggak kok! Maksudnya cuma masuk sebentar aja, coba-coba!" jawab Fano panik.

"Cuma coba-coba?" ulang Rimba, alisnya terangkat curiga.

"Iya, aku cuma minum satu gelas vodka, sumpah! Setelah itu Radit langsung tarik aku keluar!" jelas Fano cepat.

"Minum vodka?!" pekik Argo, langsung menjewer telinga adiknya. "Dasar bocah! Kamu tau nggak itu minuman keras?!"

"Aduh! Aduh, abang! Sakit! Aku salah! Maaf!" Fano meringis kesakitan.

"Udah, Bang, jangan kasar sama adek!" potong Rimba, langsung menarik Fano ke dalam pelukannya. "Adek nggak boleh gitu lagi ya," ujarnya lembut sambil menatap tajam ke arah Argo.

"Tapi dia salah, Kak!" protes Argo.

"Iya, tapi nggak usah sampai sakiti dia," jawab Rimba tegas.

Stevan yang menyaksikan interaksi itu hanya tersenyum tipis. "Bagus, Fano. Abang dan kakakmu peduli sama kamu. Tapi mulai sekarang, jangan coba-coba lagi, ya. Sekali aja cukup," nasihatnya.

"Iya, Pa. Aku janji nggak bakal ngulangin lagi," ucap Fano dengan nada menyesal.

"Bagus. Tapi kalau ketahuan lagi, papa sendiri yang akan turun tangan. Kamu nggak bakal cuma dijewer," ancam Stevan dengan nada serius.

"Siap, Pa!" sahut Fano cepat, berusaha menjaga jarak aman dari semua kakak dan ayahnya.

"Adek masih perjaka?" tanya Rimba tiba-tiba, membuat suasana mendadak hening.

"Hah? Kakak ngomong apa sih?!" seru Fano bingung, wajahnya langsung memerah.

"Serius, adek masih perjaka atau nggak?" ulang Rimba sambil menatap Fano dengan ekspresi serius.

Stefano Mahardika (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang