Fano memutarkan pistol Smith & Wesson 500 Magnum di tangannya, memperlihatkan ketajamannya. Pistol ini dikenal karena kekuatan pelurunya yang dapat menembus objek keras dan meledakkan target. Dengan varian laras 10,2 cm atau 21,3 cm, pistol ini memiliki akurasi yang luar biasa tinggi, dan kecepatan peluru mencapai 112 km/jam.
Fano tersenyum, lalu menatap Stevan. "Papa, aku berterimakasih untuk pistol baru sebagai upah untuk nasi goreng buatanku hari ini," ujarnya dengan santai.
Stevan menatapnya dengan tatapan setengah kagum. "Benar-benar anakku yang satu ini," gumam Stevan, tetapi dia tetap tersenyum. Fano, dengan segala kenakalannya, tahu bagaimana caranya untuk mendapatkan apa yang dia inginkan.
Rimba yang duduk di sebelah Fano hanya menggelengkan kepala, melihat tingkah adiknya yang seringkali sulit dipahami. "Ngeri banget, Dek. Kamar kamu itu sudah kayak gudang senjata," ujar Rimba, setengah heran dan setengah khawatir. Di mata Rimba, Fano memang sudah sangat terbiasa dengan dunia ini, lebih dari yang bisa dia pahami.
Fano tertawa kecil dan balik bertanya, "Ada pengkhianat lagi atau transaksi obat-obatan, Kak?"
Rimba menghela napas, menyadari bahwa pertanyaan adiknya selalu mengarah ke bisnis keluarga mereka yang rumit dan berbahaya. "Minggu depan ada transaksi jual beli manusia. Papa, Adek dan Abang, yang akan urus. Aku sih cuma sibuk dengan skripsi dan janji dengan dosen," jawab Rimba.
Fano mengernyitkan dahi, sedikit bingung. "Jual beli manusia?" tanyanya dengan nada yang mencoba mencerna.
"Ya, manusia busuk yang telah membuatmu menderita. Papa menemukan mereka dan akan menjualnya di pasar gelap," jelas Rimba dengan tegas, meskipun matanya sedikit menghindar.
Fano mengangguk, meskipun dia tampaknya lebih tertarik pada istilah yang Rimba gunakan. "Pasar gelap berarti malam hari, kan?" tanyanya polos, seolah tidak terlalu peduli dengan detailnya.
"Itu cuma istilah aja, Dek. Kita kan sudah terbiasa berbisnis ilegal. Senjata-senjata itu biasanya diambil dari markas musuh," jawab Rimba sambil mendesah. "Lebih baik mencuri daripada beli, kan?" lanjutnya, agak geli dengan cara berpikir keluarga mereka.
Fano menyeringai. "Betul juga. Mumpung ada yang gratis, kenapa beli?" ujarnya, seolah itu adalah hal yang paling wajar di dunia.
"Tapi Kakak juga suka punya rencana kotor, kan?" Fano menimpali, sambil menatap Rimba yang tiba-tiba berubah ekspresi.
Rimba cuma tertawa mendengar komentar Fano. "Kerjaan Kakak itu mah, Dek!" jawabnya sambil tertawa terbahak-bahak, mencoba menanggapi candaan Fano.
Fano ikut tertawa, meskipun dalam hatinya ia tahu dunia yang mereka jalani ini sangat jauh dari kehidupan normal yang diinginkan banyak orang. Namun bagi mereka, keluarga adalah segala-galanya-meskipun dunia yang mereka hadapi penuh dengan kekerasan dan bisnis yang tak pernah berjalan dengan cara yang benar.
Setelah Rimba menghabiskan nasi goreng buatan Fano, mereka berdua memilih untuk menuju kamar Fano. Kamar yang selalu dipenuhi dengan berbagai macam senjata, aksesoris, dan barang-barang yang menunjukkan dunia gelap yang mereka jalani. Di sana, mereka duduk santai di atas kasur king-size milik Fano, membicarakan sesuatu yang jauh lebih serius daripada percakapan sehari-hari mereka.
Rimba duduk bersandar pada dinding, sementara Fano menyandarkan punggungnya ke kepala tempat tidur, menatap langit-langit sejenak sebelum berbicara.
"Fano, kita harus bicara soal rencana besar Papa," ucap Rimba, suaranya lebih berat dari biasanya.
Fano menatap Rimba dengan ekspresi serius, sesuatu yang jarang terlihat pada dirinya. "Apa yang akan terjadi? Aku sudah dengar bisikan tentang rencana itu. Tapi aku ingin tahu lebih jelas," jawab Fano, suaranya penuh perhatian meskipun nada bicaranya tetap terdengar santai.

KAMU SEDANG MEMBACA
Stefano Mahardika (END)
Ficción GeneralStefano Mahardika, atau yang akrab disapa Fano, adalah remaja tengil yang gemar bolos sekolah dan menjalani hidup keras di jalanan. Hidup sebatang kara, ia bertahan dengan mengamen dari pagi hingga malam demi sesuap nasi dan sekedar bertahan hidup. ...