]14[ Amarah, Tangis, dan ...

74 9 0
                                    

#FazaWritingMarathon
#eventmenulisfaza
#fcp
#day14 #cita-cita/impian

CHAPTER  14

 CHAPTER  14

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

HOLAAA

ABSEN DULU NICH DARI MANA AJA?

UDAH SIAP BACA?

ITALIC/tulisan miring panjang = masa lalu

JANGAN lupa vote dan komennya ygy

INGAT, BACA SAMPAI AKHIR YA 😉

Selamat Membaca
¤ ¤ ¤ ¤ ¤ ¤ ¤ ¤

Dheo mengeringkan rambutnya dengan handuk putih. Sembari mengganti baju matanya mencuri pandang pada benda berlembar-lembar penuh angka yang tergantung di dinding.

"Rupanya tanggal 14 Agustus gak lama. Tadi pagi aku ujian dan pengumumannya dua minggu lagi. Duh, gak sabar."

Setelah meletakkan handuk pada tempatnya, Dheo memandang seisi kamar. Entah mengapa hatinya sejuk, tetapi jantungnya berdegup tak karuan. Alhasil lelaki berkaos putih itu memejam mata erat. Ia menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskannya.

Seusai menghela napas, kelopak mata Dheo belum terbuka. Lelaki itu malah menyatukan kedua telapak tangan layaknya orang yang akan memanjatkan doa.

"Ya Tuhan ... semoga kali ini rezekiku. Bisa menjadi mahasiswa baru UHB nantinya ... Amin."

¤ ¤ ¤ ¤


Dheo melihat langit kini menunjukkan warna jingganya. Lelaki tersebut segera menutup segala jendela yang ada di rumah lantaran mengingat sore kian berganti jadi malam. Sesudahnya ia masuk ke kamar guna menutup jendela yang ada di ruangan itu.

Dheo berpikir ia sudah menyelesaikan tugas kecilnya. Ketika kerongkongannya terasa kering ia berniat ke dapur untuk melepas dahaga. Namun, sesaat lelaki berkaus putih tersebut hendak keluar ia mendengar samar suara seorang pria tua.

"Serena, kalau si Dheo gagal 'SEMAK UHB' ini, coba suruh aja dia ikut seleksi masuk kampus statistika itu. Ada beasiswanya juga." Pria tua itu datang dan memberi saran kepada putrinya yang sedang duduk di sofa sambil bermain gawai.

Saat kata demi kata masuk dengan mulus ke saluran pendengaran Dheo, tangan lelaki itu bertumpu pada gagang pintu kamar. Tanpa sadar tangannya meremat benda padat tersebut, seolah mampu 'tuk menghancurkan.

"Udahlah, Yah! Biar dia menentukan jalannya. Sekali pun dia nganggur atau gap year, biarin ajalah," jawab Serena malas.

Remaja lelaki itu menggeleng keras. Ia menghapus pemikiran buruknya. Kendati demikian emosi di benak sangat susah direda. Ditambah kepalan tangan semakin kuat. Sementara jantungnya tak berhenti 'tuk berdetak terus-menerus.

Topeng Untuk Luka [ END/TERBIT✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang