Part 18

286 31 2
                                    

Adanu sampai di apartemen Jake. Laki-laki yang diboncengnya itupun turun lalu melepas helmnya, menyerahkan pada Adanu. Jake gugup, ia ingin mengatakan sesuatu tapi ia ragu. Sementara itu Adanu sedang memasukkan helm ke dalam jok motor, tak terlalu memperhatikan Jake yang masih berdiri di sampingnya.

"Mas"

Panggil Jake dengan suara pelan, hampir tak terdengar.

Adanu berdiri menghadap Jake, menatapnya datar. Jake seketika merasakan seluruh tubuhnya merinding.

"Mau mampir dulu gak ?"

Jake bertanya dengan hati-hati.

Adanu diam sesaat sebelum memberi gumaman pelan.

___________

Jake mengajak Adanu masuk ke dalam apartemennya. Ini jadi pertama kalinya bagi Adanu mengunjungi tempat tinggal Jake. Biasanya ia hanya akan mengantar sampai depan gedung lalu pergi.

Adanu mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Apartemen Jake cukup luas. Tepat di pintu masuk terdapat lorong menuju ruang tamu yang berdampingan dengan area makan dan dapur. Di ujung ruangan, terdapat pintu yang Adanu yakini sebagai kamar utama. Sepanjang lorong tadi, Adanu juga melihat dua pintu berhadapan di kanan dan kiri, yang salah satunya pasti kamar lainnya.

Jake mempersilakan Adanu untuk duduk di sofa ruang tamu, sementara dirinya mengambil minuman untuk laki-laki itu. Adanu mengedarkan pandang, apartemen ini dipenuhi perabot yang bisa ditebak harganya pasti mahal. Dalam hati Adanu menyimpan kekaguman akan rupa tempat tinggal ini. Pantas saja jika harga sewanya tinggi. Mungkin gajinya satu bulan saja tak cukup untuk membayar sewa satu unit disini.

Jake menaruh segelas jus jeruk yang ia dapat dari lemari pendingin. Yah, hanya itu yang ia miliki. Bukannya ikut duduk dengan Adanu, Jake justru tetap berdiri di samping sofa. Adanu yang melihat pun agak kebingungan.

Jake hanya diam. Begitu pula dengan Adanu. Hanya suara pendingin ruangan saja yang terdengar di ruangan itu.

"Mas"

Setelah satu menit berlalu, akhirnya Jake yang lebih dulu membuka suara.

Adanu diam. Tak membalas ataupun bereaksi.

"Maaf"

Satu kata itu membuat Adanu menaruh atensinya pada Jake.

"Maaf. Gue udah marah-marah sama lo"

Hening

"Gue tau gue salah. Gue gak seharusnya ngelampiasin emosi gue ke lo. Gue minta maaf"

Adanu masih diam, memilih untuk menatap gelas di atas meja.

Jake sungguh tak tahu harus apa. Ia merasa begitu gugup dan gelisah melihat Adanu diam, tak bereaksi apapun. Jake lebih memilih Adanu untuk berteriak atau memakinya daripada diam seperti ini.

Jake meneguk ludahnya dengan susah payah. Apa mungkin Adanu tidak puas dengan permintaan maafnya ? Apa ia perlu mengutarakan semuanya yang dirasakan saat itu ?

Entahlah, kepala Jake seketika pening, memikirkan kemungkinan-kemungkinan di dalam otaknya.

Tiba-tiba Adanu bangkit dari duduknya dan berjalan menghampiri Jake hingga berdiri hanya beberapa centi dari hadapan Jake. Jake sontak mendongak, merasakan hangat yang datang di hadapannya. Netranya bertemu tatap dengan mata teduh Adanu. Jantungnya pun berdetak lebih cepat, membuatnya tak karuan.

"Wajar kalo lo marah"

Ucap Adanu akhirnya.

"Lo lagi di kondisi yang gak karuan, gue justru nambahin pikiran lo. Kalo gue jadi lo, gue juga bakal marah"

Off My FaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang