13.13

2.2K 244 18
                                    

Junkyu melepas cengkraman tangannya pada Haruto.

Kemudian bergerak mundur beberapa langkah. Menghapus air matanya dengan kasar.

"Kamu hanya butuh 2 bulan untuk mengatakan bahwa kamu mencintaiku. Lalu kemana satu tahun penuh itu? Saat kamu bahkan memandangku lebih rendah daripada anjing?!" teriak Junkyu.

Tidak tau apa yang merasukinya. Namun Junkyu seolah dengan mudah menumpahkan emosinya yang terpendam sekarang. Yang selama ini ia berpikir sudah menghilangkannya.

Ternyata tidak.

Dendam dan amarah untuk Haruto masih tersembunyi dengan rapi di hati Junkyu.

Haruto bergerak mendekat namun Junkyu mundur.

Tangan Junkyu mengepal erat, matanya menatap Haruto dengan marah.

"Bagaimana untuk semalam? Apakah kamu menikmati tubuhku?!"

"Junkyu, aku mohon" Haruto mencoba meraih tangan Junkyu. Namun ditepisnya.

"Apakah kamu menikmati tubuh bekas 3 preman itu?! Iya?! Brengsek!" Junkyu berteriak sebelum tubuhnya ambruk terduduk.

Tangannya meremat dadanya. Ia sesak.

Apakah traumanya kambuh?

Junkyu kesulitan bernafas. Haruto mendekat.

"Bernafaslah, Junkyu. Bernafaslah. Tenangkan dirimu" suara Haruto melembut. Ia tidak menyentuh Junkyu karena takut membuatnya semakin parah.

Beberapa saat kemudian, Junkyu bisa kembali menguasai dirinya sendiri.

Tubuh Junkyu melemas. Kepalanya tertunduk.

"Aku benci dunia, aku benci padamu, aku benci pada diriku sendiri"

Sebelum Junkyu pingsan dengan keringat dingin di hampir seluruh tubuhnya.

.

.

.

"Jadi Junkyu tidak apa-apa, paman?" Haruto memandang Junkyu yang tengah terbaring di tempat tidurnya.

Haruto meminta dokter keluarganya untuk datang dan mengecek Junkyu.

"Tidak. Tapi lebih baik jangan membuat Junkyu dalam kondisi seperti tadi lagi. Jangan membuat emosinya meledak"

"Yang aku lihat, Junkyu sedang berada dikondisi psikologis yang tidak stabil. Daripada memintaku datang, lebih baik bawa temanmu itu ke psikiater Haruto" kata Dokter keluarganya.

Haruto menatap Junkyu dengan sedih dan khawatir.

. . . . . .

Beberapa jam kemudian.

Junkyu membuka matanya. Hal pertama yang ia lihat adalah Haruto yang tertidur di kursi sebelah tempat tidurnya. Haruto menggenggam tangannya.

Junkyu langsung saja melepaskannya. Membuat Haruto terbangun.

"Junkyu, kamu sudah sadar? Ada yang sakit?" tanya Haruto langsung mendekat. Duduk ditepi tempat tidur.

Junkyu menatap Haruto. Emosinya lebih stabil. Atau malah kearah mati rasa.

Ia yakin, ia mendapat suntikan obat penenang.

Perlahan tangan Haruto bergerak mengusap wajah pucat Junkyu. Tidak ada penolakan. Syukurlah.

"Bagaimana perasaanmu sekarang? Apakah kamu membutuhkan sesuatu?" tanya Haruto ulang.

Junkyu diam sejenak.

"Hatiku mengatakan bahwa aku menyukaimu disaat seperti ini. Namun hatiku membencimu saat emosiku naik"

"Apa Tuhan senang bermain dengan hidup dan hatiku, Haruto?" lirih Junkyu dengan bibir pucatnya.

Belong to MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang