8.8

1.9K 249 34
                                    

Haruto berjalan dibelakang Junkyu.

Pagi ini yang masih terlalu pagi, Junkyu memilih berangkat ke sekolah lebih awal. Tanpa sarapan, tanpa berpamitan, tanpa banyak kata.

Setidaknya Junkyu masih memiliki pikiran untuk mengajak Haruto berangkat bersama. Tidak meninggalkannya begitu saja.

Sejak semalam, Haruto sering memperhatikan Junkyu.

Junkyu sangat berbeda saat dirumah dan disekolah. Jika disekolah, Junkyu terlihat seperti anak cupu pada umumnya.

Namun dirumah, Junkyu terlihat seperti apa ya?

Depresi?

Entahlah. Tapi yang Haruto tangkap adalah Junkyu sangat-sangat meredup saat dirumah.

"Apa kamu terbiasa berjalan kaki untuk ke sekolah?" tanya Haruto.

Junkyu hanya mengangguk.

Junkyu meskipun membantu Haruto, ia sebenarnya masih terus menjaga jarak.

Kemudian diam.

Mungkin ada sekitar 45 menit mereka berjalan untuk sampai pada gerbang sekolah. Haruto tidak tau bagaimana keadaan Junkyu.

Haruto sendiri tidak masalah untuk berjalan. Fisiknya tidak boleh diremehkan.

"Haruto? Junkyu?"

Haruto maupun Junkyu menoleh. Itu So Junghwan. Teman Haruto.

"Kalian berangkat bersama?" tanya Junghwan.

Haruto melirik Junkyu, "Mana mungkin aku berangkat bersama dengan anak itu"

Junkyu hanya diam dan menunduk.

"Aku tidak sengaja berpapasan di gerbang" kata Haruto kemudian berlalu bersama Junghwan.

Meninggalkan Junkyu yang menatap punggung lebar Haruto.

.

.

.

Tidak terasa satu minggu berlalu.

Haruto benar-benar menginap dirumah Junkyu selama itu.

Bersyukur karena Yoonbin dengan percaya saat Junkyu mengatakan bahwa nama Haruto adalah Travis.

Jika Yoonbin tau Haruto adalah alasan dibalik semua penderitaan adiknya maka perkelahian adalah jalan akhir.

"Kamu harus ikut denganku kerumah" kata Haruto sebelum pulang.

"Kenapa?"

Haruto mendecih, "Coba gunakan otakmu. Jika aku pulang sendiri tanpa kamu mengantarku, maka ayah akan curiga bahwa selama ini aku benar-benar berkeliaran"

Sudah seminggu, namun Junkyu tidak kunjung merasa nyaman didekat Haruto. Rasa takut terus menyelimutinya.

Ia takut salah perkataan atau petingkah yang membuat Haruto marah.

Junkyu takut Haruto kembali memberinya pelajaran.

"Maaf" lirih Junkyu.

Haruto menatap malas Junkyu, "Ayo cepat antar aku pulang"

. . . . . .

Keduanya menggunakan taksi untuk sampai ke rumah ayah Haruto.

"Masuklah sebentar. Sapa ayahku dan katakan hal yang baik tentangku" ketus Haruto.

Junkyu lagi-lagi hanya mengangguk. Menurut.

"Hanya baru kamu yang tau alamat rumah ayahku. Jangan katakan pada siapapun atau aku akan memukulmu" kata Haruto berjalan didepan.

Belong to MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang