"Gila" komentar Jeongwoo saat mendengar cerita Haruto mengenai keputusannya untuk mengajak Junkyu untuk tinggal bersama.
Haruto melirik Junkyu yang berada dibangkunya sendiri. Tengah memainkan ponselnya. Ponsel baru yang dibelikan Haruto.
Karena saat Junkyu marah beberapa hari lalu, Junkyu spontan membanting ponselnya hingga layarnya benar-benar rusak.
"Aku tidak mungkin membiarkannya kembali ke rumahnya. Keluarganya sangat buruk" balas Haruto.
Jeongwoo mendecih, "Seperti kamu orang baik saja"
Haruto menatap Jeongwoo. Tajam.
Jeongwoo mengangkat kedua tangannya. Menyerah.
"Tapi, jujur saja aku tidak tau kamu memiliki sifat yang sangat dewasa"
Haruto mengernyit, "Dewasa bagaimana?"
Jeongwoo melihat Junkyu sekilas dan kembali fokus pada Haruto yang duduk didepannya.
"Kamu dan Junkyu. Tentang hidupnya. Kamu merawat Junkyu dengan baik" kata Jeongwoo.
Haruto menggeleng. Tidak setuju.
"Aku tidak sedewasa itu. Aku hanya berani"
Nyatanya Haruto kadang juga terpancing emosi jika Junkyu mulai berulah. Ia hanya berani mengambil keputusan dan resiko.
Haruto masih harus belajar untuk menjadi dewasa. Untuk dirinya, untuk keluarganya dan untuk Junkyu-nya.
Junkyu-nya?
Tentu saja. Memang Junkyu milik orang lain selain Haruto?
"Apa sekarang kamu merasakannya?" tanya Jeongwoo.
Haruto menaikkan kedua alisnya, meminta penjelasan lebih.
Jeongwoo tertawa pelan, "Merasakan karmamu, bajingan"
Karma?
Bahkan Haruto tidak bisa mengatakan ini karma. Meskipun Haruto harus menerima makian, umpatan dan sikap buruk saat emosi Junkyu tengah dipuncak. Ia tidak berpikir ini adalah karma.
Saat ia bisa berada didekat Junkyu, mengapa itu disebut karma.
Karma untuk Haruto adalah saat Junkyu tidak mau melihatnya. Dan itu tidak akan terjadi.
Karena Haruto akan melakukan apapun untuk membuat Junkyu selalu disampingnya.
Apapun itu.
.
.
.
Malam harinya.
"Aku tidak mau. Kenapa kamu memaksaku? Sialan"
Haruto memejamkan mata saat mendengar umpatan Junkyu.
"Junkyu, hanya ke psikiater"
Junkyu menatap Haruto sinis, "Sama saja. Kamu menganggap aku gila dan aneh, bukan?"
"Tidak"
"Kamu tidak ada bedanya dengan ayahku. Kamu mengatakan aku baik-baik saja tapi kamu menyuruhku ke psikiater?" Junkyu marah.
Haruto menghela nafas kasar. Jika berhadapan dengan Junkyu yang seperti ini memang sedikit sulit dan menguras tenaga.
Junkyu kesal dan pergi ke kamar. Kamar yang biasa digunakan keduanya untuk tidur bersama.
Menutup pintunya dengan keras.
Haruto hanya bisa diam.
Ia harus tidur di sofa ruang tengah lagi malam ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Belong to Me
FanfictionWatanabe Haruto. Jangan pernah berurusan dengannya. Lelaki itu terlalu bengis untuk ditangani. Kim Junkyu. Dia bodoh karena menginginkan bersama.