Ke 4

413 46 4
                                    

Pintu rumah terbuka, gempa memasuki rumah

"Ini barangnya Tuan" Ucap pelayan yang membawa barangnya

"Taruh di situ, terus kamu boleh pergi" Pelayan itu membungkuk. Dia menaruh bareng Gempa dan pergi meninggalkannya sendiri

Gempa membanting almamaternya ke sofa, ia berjalan menuju dapur

Ia menebak, pasti meja makan kosong. Jadi ia akan memasak 

Tapi ternyata meja makan penuh dengan beberapa aneka makanan

"Kok bisa—"

"Hoaaaam..."

Suara langkah kaki mendekat kearah dapur membuat ia menolehkan kepalanya. Ternyata Taufan

"Oi Gem, dah pulang ye? Gimana OSIS?" Taufan berjalan sambil mengucek matanya

"Bang Taufan, kenapa banyak makanan?" Tanya Gempa yang kebingungan. Padahal hari ini ia tidak memasak dan koki rumah sudah pulang saat sore

"Bang Hali tadi ngirim makanan. Awalnya Ice doang yang minta, mumpung gratis jadi gue ikutan terus merembet ke orang rumah" Ucap Taufan, lalu meneguk minumannya

Gempa menatap tak percaya makanan dihadapannya, ia tak salah denger kan? Atau karena ia belum membersihkan kupingnya tadi pagi. Bagaimana bisa kak Hali tau?

"Dari pada bengong mending mandi, terus makan, abis itu tidur. Besok kan lu masih ada kerjaan lagi" Taufan menepuk pundaknya dan pergi menaiki tangga

Gempa masih menatap meja makan

"Bang Hali.... Abis diapain sama Ice?" Gumamnya

........

Kalau bukan karena projek yang mengharuskan mereka untuk berkerja sampai larut malam, ia tak akan begadang sampai jam 3 dengan Gael

Halilintar membetulkan kacamatanya yang melorot. Jemarinya terus menggeser layar tablet di genggamannya

Gael yang berada di sampingnya terus mengotak atik barang yang mengandung listrik di dalamnya. Sejak 2 jam yang lalu ia terus mencoba, berhasil tapi kurang memuaskan

Akhirnya ia menaruh kembali barang itu dan merebahkan dirinya di kasur

"Dah ah, capek gue" Ucap Gael menatap langit-langit ruangan yang agak gelap

Halilintar melirik sebentar lalu kembali menatap kembali layar

"Gua gak nemu yang cocok" ujar Halilintar, ia sebenarnya sedang menahan kesal sedari tadi

"Udahlah Li. Mending istirahat, gue capek mikir" Gael melepaskan kacamatanya, menaruhnya di meja sebelah kasurnya

Halilintar ikut melepaskan kacamatanya dan merebahkan tubuhnya di sofa yang berada di sebelah kasur Gael

"Lu katanya bikin alat untuk Papen" Ucap Halilintar. Saat di kantor pak Efen cerita kalau dia dikasih tongkat kecil yang bisa jadi pistol

"Abisnya ribet liat Pak Efen taruh tongkatnya dulu terus ngambil pistol, kan keburu lawan nembak dia. Jadinya gua bikinin yang lebih simpel" Ujar Gael menjelaskan, Hali mengangguk setuju.

Iya juga. Pak Efen kadang harus turun tangan, ia menyimpan tongkatnya dulu baru mengambil pistol 

"Lu peka juga" Ucap Hali menyindir, bagian masalah sendiri ma enggak

"Yeu, emang elu. Apa-apa gak peka" Balas Gael, sadar nyamuk di muka aja kagak

"Hm"

Mereka kini berada di apartemen milik Halilintar, rumah kedua Halilintar. Apartemen ini kadang di tempati oleh Gael dan Hali, sudah seperti markas perkumpulan mereka

[HIATUS!] Si Pertama || Halilintar Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang