Gempa berjalan. Dibelakangnya ada penjaga yang mengantarkannya ke ruang kerja kakeknya
Pintu kayu yang diukir itu terbuka, menampilkan 4 orang yang telah duduk berhadapan. Ia memasuki ruangan dan pintu tertutup rapat
Gempa duduk di samping kakeknya yang berhadapan dengan kakak sulungnya
Halilintar menatap Gempa. Helahan nafas kasar terdengar
Sebelum Gempa datang ke sini, Ayah dan Kakeknya sempat bertengkar tapi berakhir dengan Bunda yang datang dan membuat suasana tak enak
Gempa melirik kakaknya. Ia mengerti maksud dari helahan nafas itu
"Selamat pagi Kakek" Sapa Gempa dengan senyumannya
Kakek tersenyum melihat cucunya
"Ekhem" dehem kakek
"Jadi, alasan ngumpulin kalian semua karena pembobolan kemarin"
"Aku udah minta Gael sama yang lain. Jadi Ayah gak usah khawatir" Ucap Bunda lalu meminum minumannya
"Ayah harap gitu. Tapi, Ayah udah bicara sama pelaku. Dia nyebut nama Sorin" Ujar Kakek menatap mereka
Semua yang ada di ruangan terkejut mendengar kalimat Kakek
"Sorin?!" Seru mereka (-kakek)
"Iya. Pelakunya Sorin, karena itu kalian dikumpulin di satu ruangan"
Halilintar menggepalkan tangannya diam-diam. Sorin sialan!
"Belum lama ini, Halilintar juga sempet kena masalah. Ayah" Ucap Amato melirik putra sulung yang berada di sebelahnya
"Amato!" bisik Bunda yang menatap tajam suaminya
Halilintar melihat cangkir tehnya, tidak mau melihat kakeknya
"Hali, cucu pertama Ayah. Hampir mati"
Gempa dan Kakek menatap Halilintar dengan tatapan tak percaya
"Dibunuh?!" Seru Kakek menggebrak meja
Amato mengangguk
"Aku dapat laporan dari Ubay. Dia berusaha nutupin kejadiannya, tapi mulutnya bocor juga"
Mereka semua menatap Halilintar yang memainkan tehnya
"Halilintar, kamu sempat dibunuh lagi?" Tanya kakek
Halilintar diam sejenak dan meminum tehnya
"Hali gak bilang sama kalian bukan karena mau sok kuat" Ujar Halilintar menaruh kembali cangkirnya
"Karena ini urusan Hali" lanjutnya
Urusan dia ya.. Gempa tentu saja tau maksud urusan pribadi kakaknya itu
Amato menatapnya tajam
"Kita keluarga, Halilintar. Ayah berhak tau kalau ada apa-apa sama putra Ayah" bukan pewaris perusahaan?
Halilintar menatap kakeknya, tanpa ingin melihat Ayahnya
Gempa dan Bunda hanya diam mendengar
"Jadi, kamu tau pelakunya siapa dari awal kan?" Ujar Kakeknya
Halilintar mengangguk
"Hali tau. Karena itu Gael dan Hali ngumpulin bukti sebelum ngasih tau kalian" Ucapnya
Kakek mengangguk, ia mengerti
"Bagus"
Gempa menatap Abangnya. Ada sedikit tersirat kekecewaan, dan Halilintar tau itu
Mungkin habis ini Gempa akan menariknya ke rumah mereka dan mengobrol dengan adik-adiknya
"Gem, kamu mau nambahin sesuatu?" Tanya Bunda yang melihat Gempa sedari tadi diam
"Gak ada, Bun. Paling Gempa cuma mau ngasih tau tentang rekaman CCTV"
Gempa mengeluarkan ponselnya dan menampilkan video rekaman
"Ini pelaku selain yang kakek interogasi. Namanya Udin, gangster yang dulu pernah—pokoknya gitu"
Ia tidak bisa melanjutkan perkataannya. Karena ada hawa tak enak dari depannya
Tiba-tiba ruangan menjadi hening
"Ekhem! Kayaknya pertemuan kita sampai sini dulu" Ucap kakek beranjak berdiri dan meninggalkan ruangan, menyisakan mereka ber-empat
"Amato, harusnya tadi kamu gak bilang gitu depan Ayah" Ujar Bunda melihat suaminya
"Ayah harus tau soal itu"
Bunda membelakkan matanya. Cangkir yang ia pegang seperti akan pecah
Gempa menatap Halilintar yang terlihat seperti berpikir serius
"Bang Hali, kata Taufan ke rumah dulu" Ucap Gempa. Tentu saja itu hanya alasan
Halilintar terdiam lalu mengangguk. Lebih baik pergi dari ruangan ini daripada diam dan kena imbasnya
Mereka berdua pergi menyisakan keduanya yang sedang berdebat. Mereka menuju ke luar rumah
Tak ada percakapan. Hali maupun Gempa hanya diam dengan pikiran masing-masing
Setelah mereka berada di mobil. Gempa menjalankan mobil dan Halilintar yang masih terdiam
Hening
Mereka pun sampai di rumah. Halilintar beranjak pergi duluan dan Gempa yang mematikan mesin mobil
Gempa mengejar Halilintar yang pergi duluan. Tangannya menarik lengan Halilintar
"Bang!" Teriaknya
Halilintar hanya diam memandangi Gempa yang akan meledak sebentar lagi
"Ini urusan gue, Gem" Ucap Halilintar dengan volume kecil. Ia tidak ingin memancing perhatian pekerja
"Tapi kalau nyangkut nyawa Abang lagi—"
"Heh! Apa-apaan ini?!" Ucap Taufan memisahkan keduanya
Halilintar menundukkan kepalanya, sedangkan Gempa menatapnya
Dibelakangnya ada Solar. Para pelayan memperhatikan, pasti jadi biang gosip
"Kita bicara di dalem, bang" Ucap Solar
- Tbc -
Pendek.
KAMU SEDANG MEMBACA
[HIATUS!] Si Pertama || Halilintar
أدب المراهقينHalilintar, anak sulung dari 5 bersaudara. Anak SMA yang beberapa bulan lagi akan lulus itu ternyata adalah seorang calon pewaris. Ia memiliki tanggung jawab yang besar terhadap orang-orangnya juga keluarganya Gael, adalah teman sekaligus asistenny...