Pagi hari ini Alvan sudah kembali ke sekolah seperti biasa, anak itu bahkan sudah ceria dan menyapa beberapa teman yang ia temui di gerbang sekolah. Meski jawabannya tak selalu baik, tapi Alvan senang, setidaknya ia masih dianggap sebagai manusia.
Alvan membawa langkahnya menuju kelas, kepalanya menoleh mencari keberadaan seseorang yang sejak kemarin ingin ia hubungi tapi tidak bisa.
"Mungkin Hema sudah di kelas." Ucap Alvan setelah melihat jam yang menunjukkan kurang sepuluh menit lagi bel berbunyi.
Alvan duduk di bangku paling belakang bersama Hema, tapi hari ini sepertinya Hema tidak masuk. Ia tak mendapati tas milik Hema di bangkunya. Dan Alvan sadar jika setelah ini pasti ada sesuatu yang terjadi padanya.
"Aneh, ini udah masuk jam ke 5 tapi mereka nggak ngedatengin gue." Perasaan khawatir memang ada, tapi rasa syukur tak ia pungkiri bahwa Alvan sangat bersyukur akan hal itu.
"Semoga hari ini baik-baik aja. Semoga aku pulang nggak bawa banyak luka." Pinta anak itu dengan tulus.
Pelajaran kembali seperti semula dan sebentar lagi waktu belajar disekolah telah usai. Untuk kali pertama Alvan merasa bahwa ia benar-benar menjadi siswa SMA yang normal. Tanpa bully dan makian, dan ia harap akan terus seperti ini sampai nanti.
Saat bel pulang sekolah berbunyi, Alvan segera meninggalkan sekolah. Hal tak wajar ini membuat Alvan sedikit was-was. Apalagi ia harus menunggu Pak Abdul di depan sana. Karena Alvan belum diijinkan menaiki kendaraan sendiri sebelum ia bisa berubah menjadi lebih baik, kata ayahnya kemarin setelah membelikan sepeda motor baru untuk Alvin.
Siapa sangka saat tengah menunggu pak abdul datang, Alvan malah kedatangan tamu lain.
"Heh, cupu! Siapa suruh lo pulang lebih dulu?" Pekik Damian dari sebrang jalan dan diikuti Ibra dan Alex.
Alvan yang mulai ketakutan segera menjauh, ia bingung mau lari kemana. Hingga tanpa sadar langkahnya membawa ia kembali masuk ke dalam sekolah.
"Kenapa kesini!" Alvan menyesali perbuatannya, tapi semua ini sudah terlanjur.
Ia segere berlari untuk keluar dari area sekolah, tapi di depan gerbang sana ada Geng Raimor siap menghadang Alvan. Apalagi ia sendiri dan semua siswa pun banyak yang sudah pulang.
"Jangan berhenti disana cupu!" Alex memekik dan mendekati Alvan.
Alvan perlahan mundur karena ia ketakutan, Alvan mencoba menghindari mereka tapi memang sepertinya mereka ingin menakuti Alvan saja. Buktinya sekarang alvan bisa keluar dari area sekolah meski dengan nafas yang memburu.
"Nggak akan gue biarin lo bebas gitu aja Van!" Damian mengejar alvan yang ada du tepi jalan.
Tapi tak disangka jika Alvan berlari menengah ke jalan raya.
"Pergi jauh dari gue! Atau gue akan mati!" Teriaknya yang sudah ada di jalan raya tapi belum terlalu tengah.
"Gila lo!" Kini Ibra ikut memekik, sejujurnya ia takut jika terjadi sesuatu pada Alvan. Dan Ibra tak sejahat itu, ia hanya patuh atas perintah Damian.
"Heh! Anak orang itu! Kenapa lo bisa sesantai ini sih Dam!" Ibra ingin mendekati Alvan dan meminta anak itu untuk menepi tapi Alvan malah takut kepada Ibra.
"Jangan disitu! Minggir, banyak kendaraan lewat!" Ibra mulai melangkah lebih jauh dan Alvan pun juga melangkah ke tengah.
Ibra frustasi dengan ancaman Alvan, mau ditolong tapi susah banget. Apalagi Alvan terlihat sangat ketakutan.
"Tolongin lah Dam, entar dia mati di sekolah gue!" Ibra sudah emosi dengan sikap Damian yang acuh apalagi Alex yang nampak tak perduli.
"Lo jangan urusin dia, orang dia juga yang mau mati. Kenapa elo repot banget." Balas Damian dan langsung meninggalkan Alvan yang sudah ada di jalan raya dan Ibra yang takut akan sesuatu yang terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
AuRevoir √
FanfictionFollow dan vote ya! "Serupa bukan berarti sama, hati dan pikiran manusia tidak bisa disamaratakan. Mereka kembar, tapi tak selamanya harus sama." kembar, dari kata itu mungkin kalian mengira jika mereka sama. saling berbagi cerita suka maupun lara...