"Terima kasih telah memberi banyak cinta untuk aku yang tak berguna ini."
.
.
.Plakk!
"Mau jadi sok jagoan kamu? Pulang larut nggak tau waktu!" Sentak sang kepala keluarga setelah menampar anak keduanya.
Juandra memang salah, tapi apakah pantas mendapat perlakuan seperti itu dari sang ayah? Ya klian nilai sendiri saja.
"Kerjaan kamu itu cuma buang-buang uang! Buat apa balapan kayak gitu? Mau di anggep yang paling jago?!"
Juan masih terdiam tak berani membuka suara. Dia hanya menundukkan kepala bahkan hidungnya yang sudah mengeluarkan darah segar tak dihiraukan oleh Tio.
Pukul 2 malam tiba-tiba ada suara montor yang mengganggu tidur malam Tio. Saat ia cek ternyata si anak kedua datang dipapah oleh dua orang temannya, sedangkan Juan masih setengah sadar dengan keadaan mimisan dan lemas. Saat ditanya ternyata anak itu habis balapan dan kalah, yang membuat Juan kalap dan membabi-buta lawannya.
Dan yang membuat Tio kembali naik pitam adalah pembelaan diri dari Juna yang mengatakan dia perlu hiburan dan mengatakan jika sang ayah terlalu menekan dirinya.
"Kamu bilang saya terlalu menekan kamu? Terus mau jadi apa kamu itu? Jadi gelandangan yang bebas gitu? Saya tekan aja kamu masih bandel apalagi kalo saya biarkan, mau jadi apa kamu?!" Teriak Tio keras sampai Juan melangkah mundur, menjauh dari sang ayah. Ia takut jika papa nya hilang kendali dan melakukan sesuatu yang salah.
Di ujung tangga ada Arjuna yang melihat semua kejadian itu. Juna terbangun setelah mendengar suara tanparan dan sentakan yang papanya lontarkan. Sebenarnya dalam hati ia sudah bisa menebak, tapi ia takut jika salah satu dari mereka hilang kendali, maka dari itu Juna datang untuk melerai jika memang sefatal apa yang ia pikirkan.
"Arjuna, turun kamu. Jangan cuma lihat dari atas!" Jantung Juna derdegup begitu keras setelah suara lantang sang ayah mengintrupsinya untuk turun.
Ternyata pikirannya salah, ia kira Tio tidak akan tahu. Tapi Tio memang sepeka itu terhadap keberadaan putranya. Sungguh Arjuna takut, karena sedari pagi mood ayahnya sedang tidak bagus.
Dengan hati-hati Juna turun dan berdiri di samping sang adik. Merangkul adiknya yang sudah oleng itu.
"Bawa adik kamu ke kamar, obati dia. Setelah itu saya tunggu kamu di ruang kerja saya." Setelah berucap hal itu Tio segera pergi menuju ruang kerjanya yang ada di lantai 1.
Jika Tio sudah berucap se formal itu, pasti ada yang penting yang ingin papanya sampaikan. Dan sebagai anak pertama pasti Arjuna menjadi tempat untuk berdiskusi atau menekan dia lagi.
Ia enyahkan pikiran buruk tentang papanya untuk saat ini. Lebih baik mengobati adik bandelnya yang sudah tampak hilang kesadaran itu.
"Dasar! Udah tua tapi nggak pernah berubah! Malu sama adek lo, Juan." ucapnya penuh penekanan.
Juna merapat Juan dengan hati-hati, meski begitu Juan masih melengguh dan mengeluh sakit. Mendengar keluhan sang adik malah membuat Juna semakin kesal.
"Apa yang sakit? Salah sendiri! Lo yang cari sakit gue yang suruh ngobati. Kalo bukan adek gue sih udah gue buang di pinggir jalan!" ucap Arjuna kesal.
🌚🌚🌚🌚
Setelah butuh waktu beberapa lama untuk mengobati Juandra, kini Arjuna sudah sampai di ruang kerja sang ayah. Saat ini sudah pukul 3 pagi dan mungkin dia tak tidur sampai matahari terbit nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
AuRevoir √
FanfictionFollow dan vote ya! "Serupa bukan berarti sama, hati dan pikiran manusia tidak bisa disamaratakan. Mereka kembar, tapi tak selamanya harus sama." kembar, dari kata itu mungkin kalian mengira jika mereka sama. saling berbagi cerita suka maupun lara...