Sudah dua hari lamanya sejak ia pulang dari rumah sakit, dan baru hari ini, Alvan di perbolehkan pergi ke sekolah. Setelah dua hari ia menyelesaikan tugas dari guru untuk mengganti absensi, dan semua sudah siap.
Pagi ini ia diantar oleh Juan, tak biasanya Juan menawarkan diri. Tapi selagi kakanya itu berbaik hati, Alvan akan menerimanya dengan senang hati.
Sampai di sekolah, dengan sengaja Juan mengantarkan adiknya sampai Kelas.
"Kenapa sih bang, nggak biasanya lo kayak gini." kesal Alvan yang bercampur bahagia.
"Cuma pengen tau sekolah lo aja," balas Juan. "Udah sana masuk kelas. Gue pulang dulu." lanjutnya.
Tapi kenyatannya Juan tak langsung pulang, ia melihat sekitar mencari sosok yang Ibra ceritakan malam itu. Ia jadi penasaran bagaiamana raut wajah anak itu. Karena di setiap vidio perundungan yang beredar, wajah Damian tak pernah muncul.
Tak lama kemudian Juan mendapati atensi Ibra yang berjalan beriringan dengan segerombolan remaja. Dan satu orang dengan santainya merangkul ibra. Bisa Juan pastikan jika itulah yang namanya Damian.
"Gue tandain muka lo, tunggu sampai pembalasan gue tiba."
Juan segera pergi, ia tidak bisa lama-lama disini. Setidaknya ia harus tetap waras untuk Alvan. Jika ia berada fi sekolah cukup lama pasti akan memicu traumanya kambuh dan Juan tak mau hal itu terjadi.
Tanpa Juan tahu bahwa kehadirannya diketahui oleh Damian dan anggotanya, yang berimbas pada Alvan.
Alvan dan Hema ditarik paksa ke basecamp saat jak pelajaran berlangsung. Mereka disuguhi vidio dimana Alvan memukul Hema tanpa ampun. Disana juga Damian menunjukkan web tempat ia akan meng-upload vidio tersebut.
Sotak hal itu membuat Alvan memekik, "Gue udah lakuin semua perintah lo! Kenapa lo masih mau nyebar vidio itu!"
"Kesepakatan ini udah nggak berlaku selatan abang lo yang gila itu dateng ke sekolah."
Alvan menggeleng, tidak terima dengan ucapan Damian barusan.
"Gue mohon, jangan lakuin semua ini. Salah gue apa sampai lo bisa sejahat ini ke gue."
Damian malah tersenyum, "bukan lo, tapi lo harus nanggung semua itu."
Damian menekan tombol panah yang akan membuat vidio tersebut ter-upload secara otomatis.
"Kasihan," lanjutnya.
Alvan yang terima segera berdiri dan mengambil handphone milik Damian, tapi kekuatan anak buah Damian lebih kuat dari yang ia duga. Alex yang sedari tadi mencekal tangan Hema mulai merambatkan tangannya naik sampai ke leher anak itu.
"Lo berani bantah, sahabat lo mati sekarang."
Alvan menoleh, melihat Hema yang nampak kesakitan dan Alex terlihat dengan kuat mencekek leher Hema.
"Udah tolong lepasin."
Alvan berlari, mendekati Hema yang sudah terlihat lemas itu.
"Udah biarin mereka meratapi nasibnya disini. Cabut!" perintah Damian yang diikuti anak buahnya.
Alvan mencoba menenangkan Hema yang nampak kesulitan bernafas, apalagi alat bantu dengar anak itu di lepas dan di buang ke sembarang arah. Bahkan Alvin tak menemukan alat itu.
Ia menggerakkan tubuhnya sebagai alat bicara dengan Hema, sedang Hema sudah tidak fokus dan pusing jika harus mengerti maksud Alvan. Setelah dirasa cukup tenang dan Alvan sanggup membawa Hema. Mereka pergi dari ruangan itu, persetan dengan apa yang terjadi nanti, setidaknya Hema harus diobati dulu.
.....
KAMU SEDANG MEMBACA
AuRevoir √
FanfictionFollow dan vote ya! "Serupa bukan berarti sama, hati dan pikiran manusia tidak bisa disamaratakan. Mereka kembar, tapi tak selamanya harus sama." kembar, dari kata itu mungkin kalian mengira jika mereka sama. saling berbagi cerita suka maupun lara...