"Jadi gini rasanya jadi anak nggak berguna."
~Alvan Langit Aksara
.
.
."Mama jangan pergi." Lirih Alvan, meski ia tertidur tapi tidurnya tidak nyenyak.
Sintha tidur di kamar Alvan mendampingi anak itu yang suhu tubuhnya kembali naik.
"Capek mah, semuanya sakit." Keluhnya lagi sedang sintha masih mengusap rambut anak anak itu dan mengusap keringat yang terus mengucur.
"Mamah disini sayang. Tidur ya, biar besok badannya enakan. Udah malem nak." Dibisikkan seperti itu Alvan malah menangis entah apa mimpinya tapi air matanya juga ikut mengalir.
"Mamah." Bukan Alvan yang memanggil, melainkan Alvin.
Dia baru saja diberi tahu Juna bahwa sang kembaran tengah sakit, oleh sebab itu ia berinisiatif menuju lantai atas menuju kamar Alvan sekalian membawakan makan malam. Juna bilang jika Alvan belum makan dari sepulang sekolah tadi.
"Kakak sakit apa mah?" Sintha bergeser, memberikan tempat untuk Alvin duduk di dekat Alvan.
Alvin menaruh nampan di nakas dekat kasur sang kembaran, "badannya panans mah." Ucapnya setelah mengecek kening Alvan.
"Iya dek, deman." Jawab sintha singkat, karena memang anak itu tidak mengetahui kejadian tadi siang.
Alvin menghela nafas, "padahal hari ini nggak hujan lho mah, dia kayaknya terlalu kepikiran pelajaran makanya gampang sakit akhir-akhir ini."
Sintha tersenyum, ia terpaksa berbohong.
"Iya, kembaran kamu emang ambis kalo masalah nilai. Hmm, gimana sekolah kamu. Baik kan?"
"Baik dong ma, teman-teman aku baik semua dan dua bulan lagi aku akan ikut seleksi anggota OSIS, ya meski katanya aku bakal lolos tapi ya wajib seleksi dulu."
Sintha mengulas senyum bangga, "anak mama memang pintar ya. Belum apa-apa udah langsung lolos anggota OSIS aja. Selamat ya sayang."
Alvin merenggut manja," Belum mah. Nanti kalo aku udah beneran lolos, mama harus kasih aku hadiah. Okay?"
Sintha mengangguk, mengaitkan jari kelingkingnya pada kelingking si bungsu.
"Iya janji, yang penting kamu harus semangat sekolahnya." Alvin mengiyakan dengan menganggukkan kepala.
"Eh iya, sampai lupa. Alvan nggak dibangunin ma? Kata mas Juna belum makan dari tadi siang."
"Nanti mama bangunin, alvan baru bisa tidur soalnya. Kamun istirahat gih, udah malem."
Alvin tersenyum, "iya mah." Ucapnya sambil mendapat kecupan sayang dari sang mama.
Sebelum ia tidur Alvin selalu mendapatkan cekupan itu. Jika tidak dari mama dan papa nya. Tapi pasti terjadi setiap malam. Makanya Alvin tumbuh sedikit menjadi anak yang manja.
Tanpa disadari, Alvan mendengar semua pembicaraan manis itu. Anak itu yang sebelumnya hanya tak bisa tertidur karena badannya yang sakit. Kini mungkin tak tidur karena hatinya ikut sakit. Saudara kembarnya selalu mendapatkan apa yang Alvan inginkan. Sedangkan ia hanya bisa melihat kebahagiaan itu dari jauh.
"Kapan gue bisa buat papa mama bangga?" ucapnya dalam hati.
🌚🌚🌚🌚
"Kenapa selalu main pukul pah?" Tanya Juna dengan nada sedikit tinggi.
Juna sedang berada di ruang tamu saat Juan baru saja tiba. Seperti biasa, anak itu pulang dengan lebam di bagian wajah.
KAMU SEDANG MEMBACA
AuRevoir √
FanfictionFollow dan vote ya! "Serupa bukan berarti sama, hati dan pikiran manusia tidak bisa disamaratakan. Mereka kembar, tapi tak selamanya harus sama." kembar, dari kata itu mungkin kalian mengira jika mereka sama. saling berbagi cerita suka maupun lara...