"Benar kata orang, jika hampa bukan sekedar perasaan namun kenyataan."
~AuRevoir
.
.
."Aku udah nggak kuat dengan kelakuan anak kamu. Dia bikin aku malu Sin."
Begitu sampai di rumah, Sintha telah menyambut kedatangan mereka. Bahkan ia langsung memeluk sang putra dengan tangis.
"Mas jangan gitu, kasihan Alvan. Dia masih sakit." Ucap sintha yang masih setia memeluk anaknya.
"Nggak akan percaya lagi aku dengan anak itu. Dia bener-bener buat reputasi ku hancur. Apalagi di hadapan hendra. Yang dia pukul anaknya Hendra sin. Mau ditaruh dimana muka aku ini." Kesal Tio.
Tio duduk di sofa dengan pikiran kacau.
"Nggak usah nangis kamu! Pura-pura sakit biar bisa kabur dari tanggung jawab?" Sentaknya yang malah membuat Alvan kian gencar dalam menangis.
"Mas, jangan marahin terus Alvan. Dia juga sakit. Nggak mungkin anak aku bohong." Sintha berdiri, beralih menuju sang suami yang ada di sebrang sofa nya.
"Apa mas Hendra tau masalah ini mas? Terus gimana reaksi dia?"
"Cepat atau lambat pasti tau, Ibra itu anak kesayangan Hendra. Gimana ini sin. Gara-gara anak nakal itu jadi merembet kemana-mana." Setelah berucap hal itu Tio kembali menatap nyalang sang putra.
"Mas Hendra adalah orang yang udah berbaik hati masukin kamu ke sekolah internasional itu. Tapi kamu malah buat anaknya babak belur! Alvan! Otak kamu kemana ha!" Tio menyentak, menghampiri Alvan.
Dengan kasar ia menyeret anak itu ke ruang kerjanya.
"Anak nakal harus di hukum!"
"Mas, jangan! kasihan Alvan. Kita bisa bicarain ini baik-baik mas." Sintha menahan sang suami bahkan ia sudah menangis dan terus memohon tapi tak dihitaukan.
Tio mendorong Alvan masuk ke ruang kerjanya, ia menutup pintu dengan kasar lalu menguncinya dari dalam.
"Apa? Mau bela apa lagi kamu? Sudah baik saya carikan kamu sekolah yang bagus. Tapi malah ini balasan kamu!"
Alvan hanya menangis, tak bisa ia menjawab sentakan sang ayah. Bahkan untuk bernafas saja ia kepayahan. Tidakkah ayahnya melihat sudah sesulit itu dirinya untuk sekedar mengambil nafas.
"Pah...,"
"Nggak ada kata maaf buat kamu! Kamu udah di skors 4 hari. Dan selama itu kamu nggak boleh keluar dari kamar. Renungkan apa saja kesalahan kamu!"
Dibalik pintu sana terdapat Sintha yang masih terisak, meminta untuk di bukakan pintu. Ia tak tega jika Alvan harus disakiti. Anaknya itu sudah sakit dari kecil apa masih kurang kesakitannya.
"Mas, buka mas. Jangan sakiti anakku. Dia anak yang baik. Anakku nggak salah mas."
Dari belakang ada seseorang yang memeluk Sintha dari belakang.
"Ada apa mah? Kenapa nangis disini?" Dengan kalut ia mengusap air mata sang ibu.
"Adik kamu mas, dia dihukum papa."
KAMU SEDANG MEMBACA
AuRevoir √
FanficFollow dan vote ya! "Serupa bukan berarti sama, hati dan pikiran manusia tidak bisa disamaratakan. Mereka kembar, tapi tak selamanya harus sama." kembar, dari kata itu mungkin kalian mengira jika mereka sama. saling berbagi cerita suka maupun lara...