#6

66.8K 7.3K 391
                                    

Seorang bocah perempuan dan seorang pria dewasa, berjalan bersama, menelusuri lorong gelap kediaman Grand Duke.

Malam yang bersinar kan bulan purnama itu, tampak menyorot, menembus beberapa celah kaca.

Disini gelap. Tak ada lampu. Aeris bersidekap dada seraya memindai keseluruhan. Gadis itu mengangguk kecil akan pemikiran yang menghasilkan uang, muncul di kepalanya.

"Aku kaya.... Hahaha..." Gadis itu terkekeh-kekeh sendirian. Kedua maniknya bersinar memikirkan uang.

Gavril menoleh lalu menunduk. Memperhatikan mahluk mungil sebatas paha nya, sedang tersenyum dekaden.

Mengindikkan bahu acuh tak acuh, pria tampan itu membuka pintu kamar.

Aeris terlampau sibuk dengan ide-ide di kepalanya. Gadis itu bahkan tak memberontak kala Gavril mengangkat kerah bajunya, memindahkan tubuh mungil itu ke atas kasur.

"Tunggu di sini. Aku akan mandi terlebih dahulu, baru mengantar mu ke kamar." Pria itu berjalan menuju kamar mandi, setelah menatap Aeris yang masih sibuk berhalu ria.

"Hehe.. oke-hah?" Aeris mengerjap lalu memerhatikan ruangan. Tak lama, kedua maniknya membola terkejut.

Ini bukan kamarnya! Tentu saja ini kamar Gavril. Melihat bagaimana suram nya tempat ini. Gadis itu mendengus sebelum mencoba turun. Dengan posisi tengkurap, Aeris menurunkan sebelah kaki nya. Namun, seberapa keras pun ia mencoba, sepatunya sama sekali tak menyentuh ubin.

"Sebelapa tinggi kasul ini?!" Gadis ber manik amber itu berteriak frustasi. Aeris menendang-nendang angin. Separuh tubuhnya tampak menggantung di udara.

Begitu lah posisinya hingga lima belas menit berlalu. Suara pintu kamar mandi yang terbuka, disusul dengan sosok protagonis pria, sama sekali tak dihiraukan gadis itu.

Aeris mencengkram erat seprai, menahan diri agar tak jatuh. Langkah kaki Gavril pun, semakin mendekat kearahnya. Dapat pula dia dengan kekehan samar dari pria itu.

"Gland Duke. Bantu aku." Pinta nya memelas tanpa menatap lawan bicaranya. Sedikit saja ia bergerak, dapat di pastikan tubuh mungil itu akan terjengkang menubruk lantai.

"Apa yang sedang kau lakukan?" Gavril menggelengkan kepalanya tak mengerti jalan pikiran gadis yang menjadi istrinya ini.

Banyak perubahan yang amat ketara, semenjak Aeris siuman. Entah sejak kapan bibir ranum itu bisa melontarkan kata-kata kasar. Kedua manik yang memicing tajam, dan tangan yang sudah berani menyapa kepalanya dua kali.

Wah, gadis ini benar-benar ajaib.

Gavril mengulurkan tangan, dan dalam sekali gerakan, tubuh Aeris sudah berada di atas kasur.

Gadis itu membalikkan badan menghadap suaminya. Seketika rahangnya terjatuh, menatap puja akan tampilan Gavril malam ini.

Mengenakan kemeja putih polos, klavikula nya yang memikat di biarkan terbuka oleh beberapa kancing yang terlepas. Satu-satunya kulit yang terlihat adalah bagian tulang selangka nya, namun ia tetap memancarkan sensualitas.

"Apakah anda ketulunan dewa?" Tanya gadis itu polos. Kedua netra nya, melebar seiring dengan pertanyaan yang ia ajukan.

Itu menggemaskan.

Gavril tertawa. Pria itu menyugar rambutnya yang masih basah, seraya memalingkan muka.

Ini bukanlah kali pertama Gavril tertawa di depan Aeris. Hanya saja, Aeris baru menyadarinya kali ini.

Tawa Gavril berbeda dengan tawa mengejek sebelumnya. Rasanya seperti hati Aeris tergelitik.

Gadis itu ikut melebarkan senyum menatapnya. Netra merah gelap di bawah bulu matanya yang hitam panjang seperti permata. Rambut hitamnya, kulit pucat dan bibir merah nya, sangat cantik.

I became the wife of the male lead {End}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang