Aeris menelungkupkan wajahnya di atas meja. Gadis itu mengerang, menahan segala umpatan yang sudah berada di ujung lidah.
Demi apapun, perasaannya cemas saat ini. Apa salahnya? Apa yang telah dia perbuat hingga menyebabkan protagonis pria itu ingin membuatnya menderita?!
Melihat perjuangan yang Aeris tujukan, sama sekali gadis itu tak memberikan respon negative dan bahkan mendukung Gavril dalam memperjuangkan cintanya.
Lantas apa?!
"Kau kenapa?" Argio. Kaisar muda yang tengah menangani dokumen di meja kerjanya, mendesah frustrasi melihat tingkah gadis itu.
Sedikit aneh kala Aeris yang tiba-tiba saja menghampirinya. Bukankah dalam beberapa hari belakangan selalu Argio yang datang dan curhat akan masalah cintanya?
"Sepertinya umurku tidak lama lagi." Aeris menempelkan sebelah pipinya pada permukaan meja. Gadis itu tak bersemangat, layaknya jeli yang tak memiliki tulang.
Pergerakan dalam membalik halaman kertas terhenti. Argio berdiri dan mendekati sofa yang tersedia.
"Kau sakit?" Tanyanya agak cemas. Pria itu hendak menarik bel agar penjaga masuk dan membawa Aeris menemui tabib. Tidaklah lucu jika gadis ini pingsan di kantornya.
Menggeleng lemas, Aeris mengetuk-ngetuk meja menggunakan jari-jari tangannya. Bibir gadis itu mencebik sebelum mengerucut seperti paruh bebek.
Bagaimana caranya agar Gavril tak jadi membuatnya menderita? Haruskah Aeris berteriak lantang di depan pria itu agar diceraikan?
"Kau yakin?" Argio bertanya memastikan dan dijawab dengan anggukan oleh gadis itu. Meraup wajah, tak ada pilihan Argio menyerah kemudian kembali menduduki kursinya.
"Sejak awal aku sudah memintanya, tapi dia tidak setuju." Aeris bergumam semakin putus asa. Ya! Sejak awal ketika memasuki tubuh ini, gadis itu sudah meminta untuk bercerai namun Gavril menolaknya mentah-mentah.
Apa mungkin karena Yuna belum datang hingga efeknya tak ada?
Ah, mungkin inilah yang dinamakan dengan kekuatan plot aslinya!
Jadi sekarang, bagaimana caranya agar Gavril mau menerima perceraian tanpa terjadinya adengan berdarah? Aeris tak mau mati, sialan!
"Yang mulia,"
"Ya?" Argio berkedip keheranan begitu melihat Aeris melangkah tegas kearahnya. Apa? Apa lagi sekarang?
"Bagaimana caranya agar seseorang mau mengabulkan permintaan?"
Kepala pria itu miring dengan alis yang berkedut kebingungan. Tiba-tiba? Tak menanyakan alasan gadis itu, Argio mengindikkan bahu seraya menyusun dokumen ditangan nya.
"Ketika aku masih kecil, aku sering bermain taruhan. Dan jika aku menang, orang yang kalah harus mengabulkan permintaan ku. Begitupun sebaliknya. Mungkin kau juga bisa menerapkannya." Tutur pria bersurai keemasan itu secara gamblang. Tak tahu saja dia, kalau ucapannya mampu memberikan efek riak yang begitu besar.
Atas saran dari kaisar muda tersebut, membuat kedua manik amber Aeris melebar. Gadis itu seakan-akan memiliki ide luar biasa yang terbesit di kepalanya.
"Yang mulia!" Suara gadis itu melengking. Tangannya juga menggebrak meja hingga mengakibatkan Argio berjengit.
"A-apa?!"
Tersenyum dekaden, Aeris menggeret Argio keluar dari ruangan.
"Anda sudah menyiapkan dokumen perceraian saya, kan?"
______________
Lapangan kesatria yang sebelumnya dipenuhi oleh prajurit menjadi sepi berkat kedatangan empat orang yang terkenal di benua ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
I became the wife of the male lead {End}
FantasySEGERA TERBIT! Lysandra. Seorang mahasiswi kedokteran, harus menelan pahit kenyataan dan situasi yang menimpa dirinya. Gadis yang memiliki mulut ceplas-ceplos itu, menyadari jika jiwanya terlempar ke dalam tubuh figuran yang merupakan istri dari pa...