Sinar matahari pagi menembus tirai putih yang berada di suatu ruangan. Di atas kasur berukuran king size itu, terdapat pasangan yang di mana sang pria masih tertidur pulas.
Sudah lebih dari lima belas menit Aeris berpangku wajah dengan badang telungkup, memandang permukaan wajah Gavril.
Siapapun yang melihat pria ini sudah pasti akan terkagum-kagum. Visualnya yang begitu tidak manusiawi, di tambah dengan gelar yang tersemat di depan namanya. Pantas saja hingga sekarang, Gavril masih digadang-gadang sebagai calon pengantin pria sempurna di benua.
Dengan kulit putih, alis yang tebal, bulu mata yang lentik diiringi manik seindah permata ruby, Aeris terheran-heran, bagaimana bisa sang penulis membayangkan sosok seperti ini?
"Sampai kapan kamu akan terus menatapku?" Suara bariton itu mengalun serak. Khas seperti baru bangun. Perlahan, iris merah itu terbuka perlahan.
Tak malu karena ketahuan, Aeris melebarkan senyum. "Selamat pagi, yang mulia!" Sapaan hangat gadis itu ucapkan. Kakinya sudah gatal ingin berlari merogoh meja dan menyerahkan surat perceraian ke depan muka Gavril.
Akhirnya hari ini, hari dimana dia akan menceraikan Gavril, tiba!
"Ya?" Gavril terperangah. Ini pertama kalinya Aeris bangun duluan dan menyapanya. Terlebih, senyuman seindah bunga itu mengawali paginya.
Gavril kehilangan kata-kata. Padahal, kemarin gadis ini terlihat menghindarinya. Bahkan tadi malam Aeris berpura-pura tidur agar tak sempat berbincang dengannya.
Perubahan mendadak ini mengarah pada sifat positif tapi entah mengapa, perasaan Gavril tak enak.
Beberapa helai poni gadis itu turun menutupi penglihatannya, refleks Aeris meraup rambutnya kebelakang. Gavril memperhatikannya. Jari-jari lentik gadis itu bergerak indah menyisir surainya.
Untuk kesekian kalinya, Gavril kembali terpikat.
Gavril tak akan pernah bosan mengulang jika Aeris itu cantik. Sangat cantik. Segala hal yang melekat padanya, seindah mentari pagi. Itu hangat dan cerah.
Gadis itu seperti malaikat jika dia diam dan tidak melakukan hal-hal diluar akal sehat.
Ya, dan malaikat itu sekarang adalah istrinya.
"Ayo bersiap-siap!" Aeris beranjak. Berjalan kearah lemari dia memilih pakaian yang akan dikenakan Gavril. Mari kita tutup hari ini dengan berperan sebagai istri yang baik!
Mendapat sepasang pakaian yang dia suka, Aeris meletakkan setelan kemeja dan celana hitam polos tersebut ke atas kasur.
Dia menoleh menatap Gavril yang masih saja diam ditempatinya dengan mata lurus menghadapnya.
"Yang mulia,"
Tersadar, Gavril menutup wajahnya dengan kedua tangan. Jantungnya mulai berdebar. Perasaan menggelitik menyaksikan bagaimana Aeris mempersiapkan pakaiannya.
Persis seolah-olah mereka baru saja membina rumah tangga. Wajah Gavril merona sepenuhnya.
"Aku akan bersiap!" Dengan tangan yang masih menutupi wajah, pria itu berjalan tergopoh menuju kamar mandi. Walaupun sesekali harus menabrak perabotan, pria itu tetap mempertahankan tangannya.
"Wah, apakah wajahku sejelek itu hingga dia menutup muka?" Aeris bergumam pelan. Tak lama dia mengindikkan bahu acuh sembari bersenandung.
"Duit, duit, aku datang!"
____________________
Pagi sudah berganti siang. Daun pepohonan yang diterpa angin, mengisi kesunyian diantara kedua gadis yang saling bertatapan di bangku taman.
KAMU SEDANG MEMBACA
I became the wife of the male lead {End}
FantasySEGERA TERBIT! Lysandra. Seorang mahasiswi kedokteran, harus menelan pahit kenyataan dan situasi yang menimpa dirinya. Gadis yang memiliki mulut ceplas-ceplos itu, menyadari jika jiwanya terlempar ke dalam tubuh figuran yang merupakan istri dari pa...