#16

51.2K 6K 320
                                        

Lembaran-lembaran kertas dan buku-buku, menumpuk di atas meja kerja. Seorang gadis duduk sembari memijat pelipisnya kala rasa pusing menyerang.

Aeris menghela nafas panjang sebelum memutar kursi guna mendapat paparan sinar matahari sore. Otaknya panas memikirkan ini semua. Tentang hal-hal yang sebelumnya tak ada, kini terjadi padanya.

Efek kupu-kupu? Mungkin saja. Melihat dan mengingat jika tingkahnya, sama sekali tak mengikuti alur yang seharusnya berjalan.

"Tepos." Gadis itu mengangkat kepala. Menatap kearah Valeria yang berjalan cepat menghampirinya.

"Ya, nyonya?" Tanya pelayan pribadinya itu setelah berdiri di sebelahnya.

"Bukankah tingkah Grand Duke aneh?" Aeris menyipitkan mata, menyorot pada area taman belakang yang berhadapan langsung dengan ruang kerja.

Dari sini, dapat dia lihat Gavril sedang melakukan latihan pedang dengan salah satu kesatria. Keringat tampil memperindah rupanya. Otot-otot tangannya menampilkan urat ketika genggaman pedang, dia pererat.

"Taman belakang bukanlah tempat latihan." Ungkap gadis itu seraya berpangku dagu bosan.

Tak menampik, Valeria menganggu setuju. Gadis polos itu kemudian meletakkan secangkir teh hangat untuk majikannya.

"Ya, yang mulia jamet terlihat aneh. Ah, tuan Leon juga sama." Atas pernyataan gadis itu, Aeris mendongak penasaran.

"Aneh, bagaimana?"

Dengan tangan yang menyusun dokumen-dokumen yang berserakan. Seiring dengan aktivitasnya, pelayan muda itu menambahkan,

"Tadi, saat mengambil teh untuk anda, saya melihat tuan Leon menangis di ujung lorong."

"Menangis?" Mata Aeris terbelalak tak menyangka. Gadis ber-manik amber itu menggebrak meja, mencondongkan tubuhnya agar mendekat pada Valeria.

"Bagaimana bisa? Seharusnya aku menyaksikannya! Pasti saat menangis tua Leon semakin menggemaskan!" Dengan antisipasi di wajahnya, gadis itu berjalan keluar dari pintu dengan tujuan menuju lorong.

"Nyonya, tugas anda belum selesai. Bagaimana jika Grand Duke marah?"

Sontak langkah Aeris berhenti begitu mendengar gelar penguasa mansion ini disebutkan. Gadis itu mencebikkan bibir sebelum memilih untuk kembali duduk di bangkunya.

"Mengapa aku memakai ruangan Grand Duke? Bukankah ruangan untuk Grand Duchess sudah ada?" Tanya gadis itu. Dia lagi-lagi menghela nafas. Ada sedikit ketakutan yang merayap di ulu hatinya, akan kejadian-kejadian yang tak terduga menimpanya.

Aeris akan baik-baik saja, kan?

Valeria yang mendengarkan, mengindikkan bahu tak tahu. Pelayan pribadi Aeris itu kemudian kembali menyeduh teh pada cangkir yang kosong.

"Nanti, bukankah lebih baik jika anda menanyakan langsung kepada Grand Duke?"

___________________

Leon menelan saliva nya kepayang ketika menerima tatapan dingin dari majikan yang sudah dia layani selama sepuluh tahun belakangan. Pemuda tampan itu menunduk tak berani membalas tatapan Gavril.

"Jadi?" Suara bariton dalam itu memecahkan keheningan ruangan. Pria yang mengenakan kemeja putih polos itu menyandarkan tubuhnya dengan kaki yang terlipat arogan.

"Sudah, yang mulia."

"Bagus." Gavril menoleh pada jendela besar. Sinar matahari sudah tak tampak, digantikan dengan langit malam bertaburkan bintang.

I became the wife of the male lead {End}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang