#17

45.1K 5.7K 603
                                    

Tumit dari sepasang sepatu yang mondar-mandir di depan pintu kamar, tak bisa berhenti bergerak.

Seorang gadis yang mengenakan seragam pelayan, menggigit kuku ibu jarinya gusar.

Matahari sudah bersinar terik, namun pasangan Grand Duke dan Grand Duchess tak juga membunyikan bel, atupun keluar.

Mereka tak apa, kan?

Valeria gundah. Mengingat jika semalam, sang majikan berlari kesetanan menuju kamar Grand Duke.

"Nona Valeria?" Sapaan hangat yang mengandung pertanyaan itu, mengalihkan atensi Valeria.

Gadis ber-manik coklat itu memicingkan mata tak repot-repot menyembunyikan raut tak sukanya untuk pemuda yang sedang tersenyum indah di depannya ini.

"Tuan Leon,"

Biang kerok yang menjadi penyebab rusaknya semua kamar!

Leon berkedip kala bibir ranum gadis itu untuk pertama kalinya menyebutkan nama tersebut di hadapannya.

Ini aneh, biasanya mau berapa kali pun Leon memberitahukan kepada Valeria jika tak apa memanggil namanya, gadis itu akan menolak.

Lantas, mengapa tiba-tiba?

Leon menunduk, menyembunyikan semburat rona merah yang tampil pada kedua pipinya.

Pemuda itu membasuh kilas bibir bawahnya dengan sebelah punggung tangan yang menutupi setengah area mukanya.

"Y-ya, nona?"

Valeria sama sekali tak memperhatikan perubahan ekspresi sang ajudan Grand Duke ini. Dengan kilat mata berapi-api, gadis itu melangkah tegas, mendekati Leon yang secara refleks menggambil langkah mundur.

Punggung tegapnya menyentuh tembok. Leon diam mematung tak bisa berkutik. Terlebih, pemuda itu berjengit ketika Valeria menopang kedua tangan di tembok, mengungkung Leon yang jauh lebih besar darinya.

"Anda..." Valeria mendongak begitu juga dengan Leon yang menunduk. Pemuda itu menelan saliva kepayang. Jantungnya berdegup kencang tak karuan.

"Ya? N-nona, sayaa..." lagi, pemuda itu menegang kaku. Terlebih, ketika jari telunjuk Valeria menyentuh bibirnya.

"Stt.... Diam bacot."

"B-bacot?"

Valeria menyugar rambutnya yang sebelumnya sudah terikat rapi. Gadis itu menyipitkan mata, memandang permusuhan terhadap Leon yang kebingungan.

"Bacot adalah kata yang digunakan untuk orang-orang banyak bicara seperti anda." Bermimik pongah, gadis itu mengusap ujung hidungnya. Merasa keren karena hanya dia dan grand Duchess yang tahu.

Kedua manik Leon bergetar. Pun, kurva bibirnya menurun—cemberut. Seakan-akan energinya sekarat, pemuda itu menunjuk dirinya sendiri.

"Menurut nona, saya bacot?" Bibirnya mencebik tak terima. Mengapa Leon? Padahal dia jarang berbicara dengan gadis ini. Itupun jika ingin, harus Leon duluan yang menyapa. Benarkah karena hal itu Leon dicap sebagai ‘bacot?’

Percaya diri, Valeria mengangguk tegas. Tak sampai disitu, gadis polos ini juga menambahkan,

"Anda juga asu." Valeria terkekeh geli.

Leon sama sekali tak mengerti apa dan dari mana kata-kata absurd itu diketahui oleh Valeria. Mendengar saja, Leon menyadari jika arti kata itu tidaklah baik.

Hanya saja, menyaksikan bagaimana tawa kecil yang mengudara dari gadis mungil ini, dapat meredam segala keingintahuan Leon.

"Sepertinya anda sangat senang menyebut saya asu." Leon tersenyum manis. Senyuman yang biasanya mampu menggetarkan hati gadis muda lainnya.

I became the wife of the male lead {End}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang