Kenan membawa mobil dengan sangat santai, tidak ingin buru-buru melewati malam ini tanpa kenangan kecil yang mungkin bisa dia ciptakan. Gadis di sampingnya duduk tenang dan sedang mengetik cepat di layar ponsel, membalas beberapa e-mail sekaligus dari kantornya, gadis itu belum berhenti mengetik sejak Kenan menjemputnya di Senopati. Kenan tidak menyalakan radio atau MP3-nya, ia ingin sepenuhnya mengobrol dengan Freya, namun lagi-lagi Freya belum selesai membalas serangan e-mail itu. Selang beberapa menit, Kenan menoleh lagi ketika ada lampu merah, ia melihat Freya mengerutkan keningnya, lalu menelepon seseorang.
"Kemal? Iya, gue sudah kirim dua draft, jumlahnya lima belas halaman ya. Cek dulu." Dan bla bla bla lainnya yang Kenan tidak mau tahu. Telepon terputus sebelaum Freya benar-benar selesai bicara, lalu menyisakan bunyi tut tut tut yang panjang tiada henti. Gadis itu terlihat agak kecewa dengan ulah temannya, Kemal memutus sambungan sepihak karena Freya menjelaskan banyak hal dan laki-laki itu sudah kepalang pusing.
"Nan," Freya menatap jalan dengan bigung. "Lho, bukannya ke kanan ya, baru bisa sampai tempat gue?" tanyanya sambil mengantongi ponsel yang sudah mati.
"Iya, muter." Kenan menjawab dengan tenang, tatapannya masih lurus ke jalan raya. Saat jam pulang kerja seperti ini beberapa kendaraan bisa saling berserobot dan adu balap, terutama kendaraan roda dua.
"Ngapain sih jauh-jauh?"
"Mampir ke rumah gue aja ya?"
"Hah? Nggak salah?" Freya melipat tangannya, kemudian melihat jam di pergelangan kirinya. 08.09 PM. Kenan apa-apaan sih? perasaannya agak jengkel. Hari ini dia sudah pusing tujuh keliling karena meeting untuk merubah tema website Djournal Town di awal bulan depan, serta ada target artikel yang harus dia kejar, belum lagi freelance-nya, dia masih punya hutang beberapa tulisan lagi di kolom motivasi dan lifestyle.
"Tiba-tiba gue pengin ditemenin makan sama lo, tapi di rumah." Ujar Kenan kalem, setelah sebelumnya membiarkan keheningan menyapa. Susah payah ia mengungkap perasaannya malam ini, semoga gadis di sebelahnya tidak shock.
"Nan..." Freya menyentuh kening Kenan, mengecek suhu badannya karena merasa heran bukan main. Ucapan Kenan terdengar aneh dan membuat perutnya geli. "Nggak panas," Freya lanjut mengecek bagian kulit yang lain.
Kenan membiarkan tangan itu meraba leher dan tengkuknya, sementara dia masih berusaha menyetir dengan baik. Tapi lama-kelamaan ia susah fokus, isi kepalanya terpecah-pecah. "Ah, gue nggak konsen, tangan lo ... tolong singkirin dulu."
"Eh!" Freya menarik tangannya salah tingkah. Ia sendiri kaget, kenapa bisa menyentuh kulit Kenan di bagian tengkuk hanya untuk mengecek demam? Berlebihan sekali dia. "Sampai mana tadi?" ia mendadak plin-plan.
Kenan menahan senyumnya, "lo bilang gue nggak panas." Ucapnya dengan nada yang ditahan-tahan agar terdengar datar, tidak seperti orang yang sedang sangat bahagia.
"Bukan!" sentak Freya. "Oh ya, soal makan. Lo aneh gini sih jadinya?"
Kenan tidak menjawab, hanya tersenyum sekilas dan itu berhasil membuat debaran aneh di dada Freya kembali muncul. Tak peduli, Freya mengalihkan pandangan ke jalan depan. Keduanya sama-sama diam sampai Kenan bertanya sesuatu.
"Housemate lo gimana? Si Max itu?" Kenan masih khawatir dengan keadaaan Freya dan teman laki-laki di apartemen gadis itu.
"Nggak perlu khawatir, aman kok. Dia jarang ada di apartemen karena lagi sering dinas ke luar kota. Gue berdua aja sama Jena, sepi."
"Kapan-kapan gue boleh mampir ke tempat lo?"
Pertanyaan itu sukses membuat Freya memutar badan. "Hah, mau ngapain?" tanyanya heran, sampai membuat keningnya berkerut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Djournal Town (Done)
ChickLitFreya Terobsesi sekali dengan dunia menulis. Sudah jadi content writer tetap di Djournal Town, tetapi memiliki pekerjaan freelance & membuatnya sering dikejar deadline. Ia adalah gadis lincah, pintar memasak dan cantik! Gama Lawardi Sahabat baik Fre...