Freya dan Jena akhirnya saling menegur walau masih kaku. Max tidak selalu muncul di apartemen sehingga saat Freya ingin menonton TV dia masih bisa bebas selonjoran dan rebahan sambil guling-guling di karpet sesuka hati. Max orang yang sibuk, kadang pulang di atas jam dua belas dan apartemen jadi surga sementara untuk Freya ketika ia ingin menyelesaikan pekerjaannya.
Pernah suatu malam Freya sedang sibuk mengetik artikel, sepuluh jarinya terus menari di atas tuts keyboard dan tak sadar bahwa sudah ada sosok lain di sana. Max baru pulang, sementara Jena sudah terlelap sejak pukul sembilan malam.
Canggung.
Max berjalan menuju pantry untuk mengambil minum tanpa menyapa Freya yang terlihat khusyuk di depan laptopnya. Freya mencoba bertahan setengah jam lagi demi menyelesaikan deadline yang sebentar lagi harus dia kirim ke tim pengisi konten artikel. Tapi konsentrasinya pecah seketika saat melihat Max keluar masuk dari kamar ke pantry, ke kamar mandi luar, dan ke kamar lagi. Apa-apaan ini? kesal. Dia harus membiasakan diri bertemu dengan seorang laki-laki dalam ruangan bertembok ini. Apartemen ini jarang ada sekat kecuali kamar, kamar mandi dan sedikit sekat di pantrinya, jadi kemanapaun Max melangkah, Freya bisa tahu.
"Sori, ganggu." Max akhirnya bersuara, merasa tak enak hati.
"Nope." Freya tidak menoleh sedikit pun dan membiarkan Max melakukan apapun yang dia mau asal tidak duduk di sofa yang sedang dia duduki.
Sampai satu jam kemudian, Max masih belum masuk kamar, lelaki separo bule itu sedang menikmati mie instan yang dimasaknya sendiri. Ia duduk di kitchen bar, memunggungi Freya. Tapi aroma mie instan berkuah itu membuat perut Freya seketika lapar, memancing suara aneh yang mendadak keluar dari perutnya. Kalau dia bukan Max, maksudnya Lia atau Jena, Freya sudah ingin mencicip barang sesendok atau dua sendok seperti yang biasa ia lakukan, tanpa perlu repot-repot memasak mienya sendiri.
Ia menghela napas, Max menoleh ke arahnya.
Saat pandangan keduanya bertemu, buru-buru Freya mengalihkan ke layar laptop. Suasana ini tidak sehat untuk segala urusan, baik itu perut, konsentrasi atau pekerjaan. Sabar, cuma tiga bulan saja, pikirnya.
--------
Jumat malam Sabtu ini Freya sudah berjanji akan menemani Amanda di rumah, dia datang tepat saat Amanda pulang sekolah. Beberapa hari ditinggal orangtuanya, membuat Amanda agak murung dan sedih. Dia tidak pernah berpisah selama ini dengan mama dan papanya.
Ketika Freya sedang memasak, Amanda menemaninya dan sedikit membantunya walau hanya mencincang bawang bombai dan menuangkan minyak ke penggorengan saja. Mereka mengobrolkan banyak hal, Amanda bercerita tentang sekolahnya dan tugas-tugas yang semakin banyak. Kadang dia bertanya tentang rasanya jadi anak kuliahan, karena pertanyaan itu tidak pernah mendapat tanggapan yang menarik dari dua abangnya. Kenan biasa membalas seadanya, terlalu kaku malah, dia bilang, "kuliah itu sibuk dengan tugas, paper, ujian, dan lain-lain". Lain hal dengan Gama yang akan menyambut pertanyaan itu dengan cengiran nakal, "Abang banyak main sama cewek kalau di kampus, terutama perpusnya, dari yang pura-pura baca buku sampai yang baca buku beneran, Abang suka godain".
Freya tertawa mendengar curhatan Amanda tentang tanggapan kedua abangnya. Dari sana ia bisa menangkap kalau Kenan orangnya tegas, serius dan kaku, berkebalikan dengan Gama yang sudah menunjukkan tanda-tanda tengilnya di awal pertemuan.
"Jadi menurut Kakak gimana? Enak nggak kalau kuliah?" tanya Amanda, dia menyiapkan piring untuk sayur capcay.
Freya mematikan kompor dan mengaduk sayur sekali lagi. "Ehm, tergantung sih, Manda. Aku dulu sembari kerja serabutan, jadi semuanya asyik dan nggak ngebosenin."

KAMU SEDANG MEMBACA
Djournal Town (Done)
Romanzi rosa / ChickLitFreya Terobsesi sekali dengan dunia menulis. Sudah jadi content writer tetap di Djournal Town, tetapi memiliki pekerjaan freelance & membuatnya sering dikejar deadline. Ia adalah gadis lincah, pintar memasak dan cantik! Gama Lawardi Sahabat baik Fre...