08. BEAUTIFUL PAIN

10 6 2
                                    


I'LL GIVE YOU A NIGHTMARE.
Be ready and drop 👇

HAPPY READING


Sepertinya lagu Sunday morning cocok untuk dijadikan soundtrack hari ini, santai namun bersemangat.

Seminggu yang lalu Ayah Domani memberikanku ponsel untuk menghubunginya yang pergi bertugas ke Iran, setidaknya rumah tidak begitu menjengkelken tanpa dirinya.

Aku hanya mengurung diri di kamar, bulak-balik merobek halaman majalah yang membahas segala hal tentang catur. Aku berpikir untuk ikut turnamen kecil.

Namun wanita yang aku panggil Mama itu kini malah melempariku dengan bagian halaman yang lain, tentang gaun dan make up.

Dia menyuruhku pergi ke pesta yang aku benci, tempat para kera teler dengan kostum branded murahan.

"Ungu?" tawarnya, masih belum menyerah.

Aku tetap menggeleng dengan mulut rapat sebagai jawaban.

"Biru lebih cocok buatmu, sweetheart."

Mama memang tipe ibu yang lembut.

Mata sayuku menatap padanya dengan senyuman tipis. "Aku gak suka acara begitu, Ma." Kesekian kalianya aku bicara begitu.

Dirinya akhirnya menyerah, berhenti membujukku yang lebih keras kepala. Walau kadang aku juga bisa kalah karenanya.

Segera berlari ke arah tangga setelah melihat Mama bungkam, namun ia malah menyela dengan nada pelan. "Kamu belajar catur gimana? board-nya aja gak punya."

"Latihan mental," balasku.

Ia menghela napas, menurunkan tangannya yang sedari tadi berkacak pinggang padaku.

"Latihan fisik lebih menyehatkan, nak."

"Ya. Mah, bisa aku pergi sekarang?"

Aku menunggu jawaban. Jeda yang wanita itu berikan cukup membuang waktu, aku tidak boleh terlambat untuk menonton.

"Lukamu gimana sayang?" tanyanya.

Memar sembuh cukup cepat, hidungku juga tidak terlalu bengkok walau Mama sempat menyarankan untuk operasi plastik.

"Spectacular," singkatku, berlari secepatnya menuju kamar dan menutup pintu.

Lantas berbaring di tempat tidur empuk dengan sebotol cola, seharusnya aku membeli pop corn caramel dan menikmati segalanya.

Namun, aku terlambat.

Siaran langsung Brielle Bower. Aku melewatkan pembukaannya.

Ia telah tidak bergerak di bak kamar mandi yang meluberkan cairan berwarna merah, tidak terlalu pekat karena tercampur air.

Tapi ... ia benar-benar memercayaiku dan melakukan itu sesuai dengan titahku, sepertinya hidup sangat merugikan dirinya.

Namun kematiannya menampar musuhnya, aku melihat live comment dari Alwine. Ia mengirim emotikon alien.

Beberapa orang berkicau dengan sinis, seakan tak ada duka. Mereka menganggapnya seperti ancaman belaka.

Lelucon. Bagiku.

Tidak. Film romantis Prancis yang selalu berakhir tragis.

"Dia tidur woy!"

"Gue denger dia dari kelas seni. Pasti itu pewarna."

"Mabok ya anjir."

Sepertinya iya, aku melarutkan sabu di botol minumnya kemarin. Elle yang memintanya, karena ia tidak ingin merasakan sakit yang berlebihan.

NINE : LOST MYSELFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang