01. MY ANOTHER NAME AND LIFE (9th)

29 12 20
                                    


Warning : Cerita ini tidak ada kaitannya dengan tokoh nyata atau siapapun di luar sana, pure hanya fiksi penulis.

Happy Reading

***

Aku tidak ingat pasti kapan hal mengerikan itu terjadi, saat terangnya lorong kastil putih--tempat tinggalku seumur hidup--berubah temaram dan lembab.

Pijakan dari kaki kecil kami seolah lengket dengan lantai, deretan pintu berwarna senada dengan tag nomor itu terasa saling menyempit di kedua sisi.

Seakan menyuruh kami pergi. Mendorong dengan kasar dan tergesa.

Aku sekilas menoleh ke belakang, ada sekitar lima anak yang berdiri di sana termasuk Six yang sedang mencekik seorang penjaga lalu membantingnya sampai menembus tembok.

Ia adalah anak paling kuat diantara kami, berotot dan ceroboh. Ya, namanya juga cowok.

"Aku tidak pernah keluar dari tempat ini. Aku tidak tahu!" frustasi Ten, langkahnya bergema menyusuri lorong disaat kami terus mengekori dirinya kemanapun perginya.

Ia adalah penunjuk arah, namun sepertinya kurang berguna. Kekalutan dalam kepala Ten dapat aku rasakan dengan cukup jelas diantara kecemasanku.

"Keluar atau mati di sini, bersama mayat-mayat jelek itu."

Seorang gadis yang sejak tadi memeluk lenganku menyela. "Ternyata, kamu bisa bicara."

Aku mengernyit, hanya batinku yang mengamuk barusan. "Apa?" kataku padanya.

Dia adalah Thirteen, gadis mungil menggemaskan yang terlihat seperti habis disembelih. Aku membalut luka di lehernya dan bersyukur ia masih hidup setelah lelehan darah mengguyur tubuhnya sebanyak itu.

Pantulan cermin besar di tembok kemudian merebut atensi kami dari pintu keluar.

"Gilaa!!"

Aku, Ten, Seven, Five, Thirteen, Six, Fourteen dan Twelve berdiri sejajar di sana sambil melamun. Kami membeku dan sesekali mengusap wajah masing-masing dengan mata setengah terbelalak.

Sedangkan Ten menjilat lengannya, menghapus sedikit warna merah di telapak tangan. "Aku praktek anatomi barusan," ucapnya melirik ke ujung lorong.

Kami mengikuti atensi itu, walau sulit melihat jauh dalam kegelapan dan kepulan asap di sekitar.

Tapi sudah jelas, Ten membunuh seseorang.

"Aku melihat jantungnya, lalu menarik sesuatu berwarna biru," jelasnya.

"Kamu suka warna biru?" tanyaku, tanpa menoleh pada Ten.

Apakah aku harus peduli? itu adalah hal biasa yang dilakukan di tempat ini.

"Tidak. Itu menjijikan," sergahnya cepat.

Kemudian aku mendongak, melihat wajahnya yang sedikit murung. Pelajarannya pasti tidak menyenangkan sebelumnya. "Tentu saja itu akan menciprati wajahmu," kataku.

Ten mengangguk lalu kami saling berpelukan untuk menenangkan masing-masing, sempat ia terpenjat saat aku menembakkan pistol di dekat pinggangnya ke arah penjaga yang berlarian di belakang Ten.

Tapi kemudian makin banyak orang yang berhamburan dari sisi lorong itu dan bersenjata lengkap dengan jaket anti peluru.

Five dan Six mendobrak pintu.

Sial! mereka lupa tentang itu? kekuatan.

Pejamkan mata, berfokus pada pikiran.

BRAK.

NINE : LOST MYSELFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang