09. DEAREST

6 6 1
                                    

I'll give you a nightmare.
Be ready and drop 👇

HAPPY READING


Sudah hampir sebulan Mr. Domani meninggalkan rumah, ia tidak mengirim selembar surat atau email sekalipun.

Mama yang merasa kesepian berakhir memanjakan diri padaku, menyisir rambutku sebelum tidur adalah hal paling konyol yang ia lakukan.

Bahkan menawarkan untuk menceritakan sebuah dongeng yang tidak aku minati, sesuatu yang selalu berakhir bahagia dan menimbulkan insomnia.

Setidaknya Yang kuinginkan adalah William Shakespeare. Machbet atau Romeo and Juliet.

"Mama dengar apa yang terjadi di sekolah," tuturnya pelan.

Aku mengangguk, memandang pantulan diri sendiri di cermin. Tidak ingin tertawa kali ini?

"Kamu harus bicara kalo ingin Mama bantu, sayang," sambungnya, saat aku tak merespon perkataannya.

Aku tidak meminta karena tak perlu.

Lantas menepis tangan itu secara halus. "Mama berusaha menjadi orang tua yang baik," ucapku, tanpa menoleh padanya yang telah berkaca-kaca di belakang tubuhku.

Aku bergegas menuju tempat tidur dan memejamkan mata, membiarkan Mama pergi dengan beberapa helai rambutku di tangannya.

Ia tersenyum saat mematikan lampu. "Good night, dear"

"Iya, Ma."

Aku tahu apa yang akan kau lakukan, nyonya Domani.

Kau mengambil kucing lusuh yang salah.

...

Finn bilang akan menjemputku, namun aku rasa dirinya hanya ingin menagih puisi yang sama sekali tidak aku buat.

Aku tidak merasa perlu berkabung untuk Elle, ia mendapatkan apa yang dirinya inginkan.

Bebas dari dunia, bullying, dan ikatan keluarga yang selama ini menjeratnya.

Itu membahagiakan.

#DEARESTFRIEND_BOWERS

Klek!

Kegiatanku seketika terhenti, bahkan postingan itu belum aku unggah. Membeku di halaman depan rumah setelah mendengar suara jentikan senjata api yang terisi peluru.

Menghela napas lalu mengangkat tangan dengan pasrah. "Sial, gue cuma mau sekolah," sungutku.

Tentu mengagetkan jika sekumpulan orang bersenjata lengkap tiba-tiba menyergapmu dari belakang, dan menjadikan kepala sebagai target utama.

"Ikut dengan kami dengan sukarela, dia ingin bicara denganmu," titah salah satu orang dari mereka.

Tanpa bertanya aku sudah tahu. Bahwa Papa yang paling bermasalah dan bersikap over powers begini.

"Si tua itu masih hidup?" kataku, dengan nada sinis dan lantang.

Aku tidak lihat tapi seseorang menoyor kepalaku. "Akh!"

"Anda tidak berhak lancang!"

"Bacot! bacot!"

By the way, ini bukan di tengah hutan. Banyak warga perumahan yang berjalan di depan namun mengabaikan diriku.

Aku mencoba menengok ke rumah, sekilas tirai terbuka lalu menutup kembali. Mama hanya mengintip?

Sialan!

NINE : LOST MYSELFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang