A heart that's full up like a landfill
A job that slowly kill you
Bruises that won't heal
You look so tired, unhappy.*RADIOHEAD - No Suprises*
•
•
•Aku bertaruh untuk yang keratusan kalinya, mereka tengah mengdikte diriku yang berlagak misterius dengan memakai kacamata hitam ke sekolah.
Seharusnya aku bolos, namun pak Digory telah memberi peringatan keras dengan ujian tambahan sebagai syarat naik kelas.
Akhirnya pilihanku hanya sebatas menyembunyikan memar dan bukan menyembunyikan diri.
Sial, aku bodoh!
Apa memakai perban di mata adalah pilihan yang lebih baik?
Aku sedang memikirkannya dan berniat menuju ruangan bu Elisa.
"Woy, gaya-gayaan lo," seru Nancy, melepas kacamata itu secara paksa kemudian memakainya.
"Iya nih," jawabku, menghela pelan lalu memainkan ujung tangkai permen susu yang aku lumat sejak tadi.
Nancy sempat terkejut ketika menoleh padaku yang membalasnya dengan kedipan mata genit dan cuek.
"Kenapa sih?" cemasnya, memakaikan kembali kaca mataku.
Memang mengerikan. Dua keributan besar dalam satu hari, wajahku jadi korban.
Gadis berambut pirang itu berusaha mengintip wajahku yang tertunduk. Kemudian bertanya. "Dah gue bilang jangan jadi pembunuh bayaran, lo itu lemah."
Aku lantas menggeleng pelan kemudian bergumam. "Shut up, bitches."
"Lalu karena apa?" Nancy masih pensaran.
"Lo peduli?" tanyaku, terkesan sinis.
"Yap," singkatnya, masih mengikuti langkahku padahal kelasnya sudah terlewat.
"Biasa, abis tanding boxing sama Ayah angkat gue," jelasku, tidak benar-benar berbohong.
Aku hanya jadi samsak hidupnya selama beberapa ronde yang amatir.
Namun keraguan masih tergurat jelas di wajah temanku itu. Twelve.
Membuatku semakin tidak merasa nyaman. Tatapan iba adalah alergi bagiku.
"Gue yakin itu ulah Raven," tutur Nancy curiga, tangannya bersedekap dengan dagu terangkat angkuh.
Intuisi Nancy sama sekali tidak berguna. Jarang tepat sasaran dan hanya sekedar menebak.
Tebakannya hanya benar sekali. Saat merecoki kacamata minus yang biasa aku pakai, mataku sebenarnya baik-baik saja.
"Bukan dia aja yang bisa tinju," cetusku, terkekeh pelan.
Aku sempat merasakan secuil kesenangan yang langka bagiku, sebelum sebuah kepalan tangan menghantam rahang kiriku dengan kuat.
Membuatku langsung oleng dan menubruk tubuh Nancy. Sedikit pening yang kurasakan lalu sontak beralih untuk menahan gadis bar-bar itu yang siap menerjang sang pelaku.
Duakh.
Menendang tepat pada perut Alwine yang kini tergopoh-gopoh di kelas kosong, jika saja aku tidak segera bangun dan menahan tubuh Nancy ... mereka akan bertengkar dengan hebat.
Mengawali pagi yang berat seperti biasanya.
"Jangan ganguin temen gue, setan!" murka Nancy, dengan aku yang masih menahan kedua tangannya.
Setidaknya salah satu temanku kini ada gunanya.
Aku sendiri sedang lelah untuk sekedar membuat keributan yang tidak berguna, kepalaku lebih kusut dari biasanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
NINE : LOST MYSELF
Misterio / SuspensoTentang bagaimana seorang dengan gen psychopath memandang orang-orang di sekitarnya, lingkungan dan sifat yang sangat berbeda dan tidak efisien menurutnya. Nine, gadis manifulatif yang toxic.