17. THE SWAN LAKE COUPLE

6 2 1
                                    

When you grow up, your heart dies.

HAPPY READING


Kenangan tentang Papa adalah hal yang paling mendominasi bagi hidupku, tanpa terkecuali mereka yang aku kenal sejak dini.

Bukan sekedar teman. Tapi bagian dalam diri.

Namun terkadang kebahagian mereka membuatku iri, tapi tak kuhancurkan karena moral dengan sedikit nurani.

Aku tidak ingin terkesan membatu disaat mereka berlarian di depanku ... untuk menjalani kehidupan baru.

Jadi aku tidak ingin meninggalkan Five dalam lumbung misterinya. Sendirian.

Kesepian terbukti dapat menurunkan harapan hidupmu. Aku tahu itu, tapi bukan alasan diriku untuk bersosialisasi dengan makhluk yang aku benci.

Homo sapiens.

"Jadi cuma ini?" sentak Finn, aku sudah menjelaskan makna dari bunga biru itu.

I have a message for you. Berapa kali harus kukatakan lagi, idiot.

"Atau cuma ini aja yang baru lo temukan? dia mungkin udah bunuh banyak orang," cetus Raven, syukurlah dirinya tak lebih tolol daripada cowok satunya.

Mentalku bisa terganggu jika mereka sama-sama bodoh.

Aku mengangguk pelan, menyilangkan tangan di depan dada dengan posisi membelakangi Finn dan Raven.

By the way, atensiku tercuri oleh sekelompok orang yang tengah baku hantam di pinggir danau tak jauh dari lingkungan sekolah.

Menarik juga. Lumayan menghibur.

Apalagi kedatangan seorang siswi yang mencoba melerai perkelahian malah terjerembab ke air. Aku tidak mengenal mereka.

Spesies cupu lainnya.

"Gue cuma nyuruh kalian buat bantuin nyari pieces of puzzle," jelasku, kembali bergabung dengan Finn dan Raven kemudian mengambil alih buku death note yang sudah jelas milikku.

Aku juga yang paling berhak menyimpan bunga dan segala bukti.

"Fuck, puzzle. Bilang aja lo nyuruh kita jadi semacam anjing pelacak," ketus Finn, kiasannya tidak sepenuhnya salah. Ia kadang membuatku terkejut.

"Pokoknya hanya kalian yang gue punya, dan gue harap kalian juga ingin ketemu sama Five lagi."

Kedua laki-laki itu terdiam namun maniknya menatap ke arahku, aku terus memaksa mereka lewat indera dan tanpa sepatahpun kata.

Finn lantas bangun, sebelah tangannya menggebrak meja pelan. "Dahlah, hayuk makan mie ayam."

Persilahkan aku untuk meninjunya.

Manik dinginku sengit menusuk Finn yang pergerakannya terhenti, sedangkan Raven masih merenung dengan benaknya.

Dia satu-satunya harapanku, Raven Sky.

"Oke, gue join," ujar Raven, setelah lama beekonflik dengan dirinya sendiri.

Sudah lama senyum tipisku tak merekah dengan tulus, terutama saat berhadapan dengan manusia.

Aku tak pernah mengizinkan sisi manisku tersebar begitu saja. "Oke kita bertiga!" cetusku.

Tak memperdulikan reaksi Finn yang sepertinya ingin membantah, ekspresi sebal tergurat jelas di wajahnya.

"Gue bakal menteorikan kemungkinan-kemungkinan dasar tentang waktu, tempat, jarak, dan lainnya," tunjukku, menginterupsi keduanya.

"Kalian berdua tinggal sedia masker terus ubek-ubek seisi kota London," lanjutku.

NINE : LOST MYSELFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang