Empat Puluh

688 61 5
                                    

Ballroom hotel seluas 1.200 m² yang terletak di lantai dasar sebuah hotel di kawasan Senayan telah dihiasi dengan berbagai dekorasi. Dengan desain modern dan langit berhiaskan lampu LED ruangan ini mampu memuat setidaknya 1.500 orang tamu. Beberapa meja bundar berwarna putih tersebar di berbagai penjuru dengan hiasan bunga di atasnya. Sudut ruangan pun tidak luput dari berbagai bunga guna menambah keindahan. Satu sudut bagian dijadikan sebagai tempat duduk khusus bagi mereka yang memiliki kedudukan.

Esha bersama dengan yang lainnya duduk di kursi yang telah disiapkan. Beberapa gelas minuman juga makanan memenuhi meja mereka. Acara belum di mulai, tetapi suasana sudah terasa begitu ramai.

"Itu Hadinata kan?" tanya Clara dengan mata yang mengarah ke meja depan. Cukup jauh dari mereka, tetapi siapa yang tidak mengenali orang-orang yang berada di meja tersebut. Seluruh karyawan MH tentunya mengetahui siapa pimpinan tertinggi di tempatnya bekerja.

"Ganteng banget ya?" Allisya ikut menatap ke arah yang sama.

Esha tersenyum begitu netranya menatap Zio dari kejauhan. "Iya."

"Kalau gak tau, kayanya gue bakal percaya deh kalau Hadinata bilang dia masih single. Gak keliatan kaya udah punya anak sebesar itu," ucap Hana sembari memainkan gelas yang berada di tangannya.

"Zio juga lucu," kata Dayana, "mantan istrinya gak ikut dateng ya?" lanjutnya membuat seluruh mata kini menatapnya.

Clara mendengus. "Ngapain juga dia datang gak ada hubungannya sama acara ini."

"Iya, kecuali dia masih jadi istrinya. Ya gapapa deh." Hana ikut menyetujui Clara.

"Tadi Mba Karin sempet ngobrol sama Bu Lina. Paling mau cari perhatian," kata Allisya dengan suara menggebu.

Esha mengerutkan keningnya. "Siapa tau emang ada hal penting yang mau dibicarain."

Allisya menggelengkan kepalanya dengan mata membulat. "Gak gak gak. Dia emang kaya gitu biasalah lagi berusaha mencari jalan biar bisa deket sama Hadinata."

"Kenapa malah Bu Lina? Harusnya Zio gak sih yang dideketin?" Dayana melirik seseorang yang sedang mereka bicarakan begitu seseorang itu melewati meja mereka.

Hana menyipitkan mata dengan jari telunjuk di depan mulutnya meminta yang lain mengecilkan suaranya.

"Nanti orangnya denger."

"Eh acaranya udah mau dimulai," ujar Dayanan begitu seorang pembawa acara mulai mendekati tempat yang sengaja dibuat dengan posisi lebih tinggi sebagai panggung.

Esha mengedarkan pandangannya. Suasana yang sebelumnya ramai mulai berangus tenang. Beberapa orang terlihat duduk di tempatnya masing-masing dengan mata memadang pada satu titik yang sama, sang pembawa acara. Esha mengangkat sebelah alisnya begitu melihat Zio yang berjalan ke arahnya. Dayana yang menyadari Zio mulai menghampiri meja mereka menyikut lengan Clara yang berada di sebelahnya.

"Itu Zio kan? Dia mau ngapain?" Suara rendah Allisya hanya dibalas gelengan oleh yang lainnya.

"Mama ayo."

Clara lupa bagaimana caranya bernapas dengan benar sedangkan Allisya tidak tau bagaimana mengatupkan mulutnya begitu Zio menghampiri Esha dan menarik lengannya. Hana dan Dayana hanya membulatkan matanya dan saling berpandangan karena terkejut.

"Mama Esha ayo. Papa minta Zio panggil Mama biar ikut duduk di sana katanya." Zio mengabaikan eskpresi teman-teman Esha. Sedangkan Esha sendiri hanya mampu tersenyum terlalu bingung untuk merespons kondisi yang begitu tiba-tiba.

Tidak ingin membuat semakin banyak mata yang menatapnya Esha mengambil tas yang ia letakkan di atas meja. Menatap satu persatu temannya sekali lagi sembari mengucapkan permintaan maaf tanpa suara.

"Iya ayo."

"Tante temennya Mama, Zio ajak mamanya Zio ke sana gapapa kan?" tanya Zio dengan senyum yang mengembang.

"Aaa, iya gapapa, Zio." Dengan sedikit gugup Hana menjawab pertanyaan tersebut. Merasa mendapatkan persetujuan Zio kembali menarik tangan Esha setelah berpamitan dengan yang lainnya.

The Right Woman On The Right Place [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang