~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~
Sebelum baca alangkah baiknya kalian Vote dulu ya teman-teman untuk mendukung cerita ini..✨
Terima kasih ❤️
Angin berhembus kencang menerbangkan semua dedaunan yang berguguran. Suara kicauan burung menambah suasana damai taman hari ini, tapi hal itu tidak dirasakan oleh seorang perempuan yang tengah duduk termenung, dengan sebuah bucket bunga ditangan kanannya.

Berulang kali ia menghembuskan nafasnya kasar, berharap setiap hembusannya itu dapat memberikan perasaan lega atas rasa sakit dihatinya. Sesekali tangannya menyeka air mata yang mengalir deras membasahi pipinya. Nadira menuju sebuah makam, dilihatnya batu nisan yang sudah lama tak ia datangi akhir-akhir ini.
"Bunda..." panggilnya perlahan.
Ia tersenyum namun dadanya terasa sesak menahan tangisnya.
"Dira gak nangis kok,""Bunda bilang kalo Dira nangis nanti gak bisa jadi perempuan yang kuat..."
Bibirnya bergetar, sebisa mungkin menahan tetesan air agar tak tumpah dari matanya.
"Tapi, nyatanya sekarang nangis, hiks.. Dira gak sekuat yang Bunda mau.." lirihnya seraya mengelus batu nisan mendiang Bundanya.
Menahan nafasnya sejenak, menatap nama yang terukir disana Elvina Faranisa. Seorang perempuan berparas cantik memiliki suara lembut, serta yang selalu diingat Nadira ketika mengusap keningnya menjelang tidur.
"Bun semalam Ayah ke rumah bilang kalau Dira anak jalang,"
"Ayah sebenci itu ya sama Dira?" tanya Nadira memukuli dadanya yang teramat sesak.
"Apa yang Mama lakuin sampai Ayah ngomong gitu ke Dira!" Tangisnya mulai terdengar, kini air mata jatuh membasahi pipi.
"Dira nyusul Bunda aja ya? Kata Bunda kalo gak kuat jangan ditahan"
"Maaf yah Bunda setiap kesini Dira selalu jadi anak cengeng. Soalnya di rumah Dira gak bisa nangis, kasian Eiden nanti pasti khawatir..."
"Bunda tau? Masa kemarin Eiden ngasih Dira kue tapi bentuknya Hulk,"
"Hahaha... Aneh-aneh aja kelakuannya makin lama," cicitnya sambil menyeka air mata.
"Selamat hari lahir ya Bunda, ini Dira bawain bunga kesukaannya Bunda..."
perlahan ia menaruh bucket mawar putih diatas batu nisan.Tangannya sesekali mencabuti rumput liar yang berada disekitaran makam, membersihkan dari daun kering serta tak lupa memanjatkan doa untuk seorang yang paling Nadira sayangi.
"Orang itu belum datang kesini ya Bunda?" matanya meneliti sekitar makam, belum ada bunga yang biasanya selalu mendahului datang ke tempat Bundanya.
"Tumben banget, biasanya juga dia selalu paling pertama..."
"Bunda kenal orangnya?"
"Dia siapanya Bunda?"
"Bunda gak diem-diem nyimpen berondong kan?"
Tawa Nadira kecil, begitu banyak pertanyaan yang di ajukan mengenai seseorang misterius itu. Terakhir kali, pernah melihat laki-laki muda datang ke makam Bundanya. Ia pikir itu Eiden, namun ternyata adiknya sendiri pun berkata kalau itu bukan dirinya.
"Bercanda Bun jangan marah ya, Bunda mah baik gak kayak Mama..."
"Dira pamit pergi dulu ya Bunda, maafin Dira kalau setiap kesini selalu nangis. Tapi Dira janji bakalan jadi perempuan yang selalu tersenyum seperti Bunda mau..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Happy Not Ending (ON GOING)
RomanceJika kamu mengerti bagaimana menahan Sakit tak berujung.. Mati tapi masih bernyawa, Ada, namun tak lagi sama.. Mungkin kamu akan mengerti, bagaimana perasaan seorang gadis bernama Nadira Sophia Amanda. Hidup bersama luka dan kesedihan yang terus men...