24. LUKA BATIN

1.9K 220 227
                                    

~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~

"𝓙𝓲𝓴𝓪 𝓹𝓮𝓻𝓽𝓮𝓶𝓾𝓪𝓷 𝓪𝓭𝓪𝓵𝓪𝓱 𝓪𝔀𝓪𝓵 𝓭𝓪𝓻𝓲 𝓹𝓮𝓻𝓹𝓲𝓼𝓪𝓱𝓪𝓷, 𝓶𝓪𝓴𝓪 𝓹𝓮𝓻𝓹𝓲𝓼𝓪𝓱𝓪𝓷 𝓪𝓭𝓪𝓵𝓪𝓱 𝓪𝔀𝓪𝓵 𝓭𝓪𝓻𝓲 𝓴𝓮𝓲𝓷𝓭𝓪𝓱𝓪𝓷 𝓭𝓪𝓵𝓪𝓶 𝓹𝓮𝓻𝓽𝓮𝓶𝓾𝓪𝓷 𝔂𝓪𝓷𝓰 𝓼𝓮𝓵𝓪𝓷𝓳𝓾𝓽𝓷𝔂𝓪

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"𝓙𝓲𝓴𝓪 𝓹𝓮𝓻𝓽𝓮𝓶𝓾𝓪𝓷 𝓪𝓭𝓪𝓵𝓪𝓱 𝓪𝔀𝓪𝓵 𝓭𝓪𝓻𝓲 𝓹𝓮𝓻𝓹𝓲𝓼𝓪𝓱𝓪𝓷, 𝓶𝓪𝓴𝓪 𝓹𝓮𝓻𝓹𝓲𝓼𝓪𝓱𝓪𝓷 𝓪𝓭𝓪𝓵𝓪𝓱 𝓪𝔀𝓪𝓵 𝓭𝓪𝓻𝓲 𝓴𝓮𝓲𝓷𝓭𝓪𝓱𝓪𝓷 𝓭𝓪𝓵𝓪𝓶 𝓹𝓮𝓻𝓽𝓮𝓶𝓾𝓪𝓷 𝔂𝓪𝓷𝓰 𝓼𝓮𝓵𝓪𝓷𝓳𝓾𝓽𝓷𝔂𝓪."

🍁🍁🍁

Menjelang akhir bulan, menyelesaikan laporan yang menggunung sudah menjadi rutinitas untuk Nadira lakukan. Tumpukan kertas serta beberapa map berbagai warna nampak biasa menghiasi meja kerjanya.

Kendati demikian, Nadira tetap membereskan pekerjannya dengan sangat baik. Semua kesibukan yang ada sampai membuatnya lupa, ternyata sudah seminggu ia dan Delvin tak berjumpa. Managernya itu tengah melakukan urusan perusahaan yang mengharuskan pergi ke luar kota.

Jarak yang jauh tidak menyulitkan keduanya untuk saling bertukar kabar. Terlebih lagi Delvin selalu menghubungi Nadira di waktu luang, itu sudah lebih dari cukup baginya. Pasalnya ia juga tak ingin menganggu pekerjaan Delvin di sana.

Ponsel biru berlogo apel yang tergeletak di atas meja tiba-tiba berdering. Dengan cepat Nadira menekan tombol berwarna hijau untuk menerima panggilan.

"Selamat sore Tuan Putri, maaf menganggu Anda bekerja sekarang."

Sapaan lembut itu bergerak tanpa permisi masuk ke telinga Nadira. Tentunya ia sangat mengenali pemilik suara peneleponnya sekarang.

"Selamat sore juga Pak Delvin." ujarnya menyapa sembari memainkan pulpen ditangan kirinya.

"Kamu pasti sedang tersenyum," Tebak Delvin memancing.

"Sejak kapan Bapak jadi peramal begini?"

Delvin tertawa puas. "Berarti apa yang saya katakan benar,"

"Kalau saya bilang salah, bagaimana Pak?" Nadira menahan tawanya karena Delvin tengah menggodanya sekarang.

"Saya tidak mungkin salah, karena siapa lagi yang memainkan pulpen sambil menelpon kalau bukan kamu."

Kata-kata itu sontak membuatnya terkejut, bagaimana mungkin Delvin bisa tau. Belum usai rasa penasarannya, kini sambungan telepon terputus begitu saja. Padahal dirinya baru ingin mengajukan pertanyaan yang ada didalam otaknya.

"Masih gak percaya, kalau saya bukan peramal?" Bisik seseorang dari arah belakang.

Nadira terdiam tanpa suara, memutar kursi perlahan dengan mata tertutup. Melihatnya saja ingin sekali Delvin memeluk wanita yang sudah lama dirindukannya ini. Siapa tahan dengan tingkah menggemaskan Nadira, sampai-sampai membuat tak ingin berada jauh darinya.

Happy Not Ending (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang