bab 3

339 121 13
                                    

"Tante Anya! Bangun!"

Suara cempreng seorang bocah perempuan mengagetkan Vanya hingga tangannya tidak sengaja tertusuk jarum.

"Sialan!" Vanya mengumpat kaget, perempuan muda yang tengah berusaha mengenakan kerudungnya itu jadi kesal. "Iya, ini juga udah bangun," omelnya.

Vanya Mahika nama perempuan itu, menurut bahasa sanskerta yang dia baca di google, Vanya artinya Dewi hutan yang cantik, sedangkan Mahika itu Bumi. Vanya menyimpulkan arti namanya sebagai Dewi cantik yang tersesat di Bumi.

Vanya memang merasa tersesat, maka dari itu pagi ini, untuk pertama kali, dia mulai belajar untuk berada di jalan yang benar.

"Tumben pake kerudung." Adalah komentar bocah bersuara cempreng keponakan Vanya, anak itu masuk ke dalam kamar.

Dari kaca di hadapannya itu, Vanya melirik sinis. Dia masih berusaha memasangkan jarum pentul di bawah dagu. "Jangan bawel deh," dengusnya.

"Tante Anya cantikan nggak pake kerudung tau." Anak itu berkomentar lagi.

Vanya menipiskan bibir, jelas bocah itu adalah setan pertama yang dia temui pagi ini. "Kaya dewan juri aja lo komentar mulu, panggilin Tante Vidya sana, gue nggak bisa masang jarum nih," titah perempuan itu setelah akhirnya menyerah.

Keponakannya itu kemudian pergi, mungkin menuruti permintaannya. Sekali lagi Vanya menatap pantulan dirinya di cermin, apa iya dia lebih cantik tidak berhijab. Hais, bocah dakjal sialan, dia jadi goyah kan.

Vanya mencoba mengenakan kerudung instan yang ia ambil di atas kasur, banyak jenis dan bentuk kerudung berserakan di sana. Dia lalu mengenakannya.

Vanya yakin, bukan masalah dia lebih cantik tidak mengenakan kerudung, hanya saja dia belum bisa dengan benar memasang benda itu di kepala. Buktinya Vidya terlihat cantik dengan hijab lebar yang selalu dikenakannya.

Ya, Vidya adalah saudara kembar perempuan itu, wajahnya sama, hanya sifatnya saja yang sedikit berbeda. Vidya lebih penyabar, terutama pada Nindy keponakannya.

"Masya Allah, ukhti," puji Vanya pada penampilannya sendiri di depan cermin. Kedua telapak tangannya ia tempelkan di bawah dagu membentuk huruf V, ternyata dia memang sungguh cantik sekali.

"Kaya ibu-ibu pengajian."

Suara itu kembali menyulut emosi Vanya, siapa lagi jika bukan keponakannya.

Kembaran Vanya menegur anak itu dengan mimik tidak suka yang ia tunjukkan dari raut wajahnya.

"Mbak, aku kok susah ya pake jarum pentul. Ajarin, dong." Vanya meminta tolong pada kakak kembarnya yang terbiasa mengenakan benda itu.

Vidya tersenyum, raut wajahnya begitu senang melihat sang adik dengan penampilan barunya hari ini. Meski tidak terlalu syar'i, tapi Vanya sudah berusaha untuk tidak menampilkan lekuk tubuhnya.

Sang kakak menyuruh Vanya untuk menunggu dengan mengangkat telapak tangan, setelah itu pergi dari sana, Mungkin ingin mengambil sesuatu. Benar saja, perempuan itu lalu kembali dengan membawa peniti kecil di tangannya.

Vidya membantu sang adik memasangkan peniti itu di bawah dagu, ujung pashmina yang panjang ia lilitkan ke belakang kepala.

"Padahal aku udah belajar, tapi entah kenapa pagi ini susah banget pake jiblabnya," keluh Vanya, dia merasa ini adalah ujian ke dua-nya.

"Jiblab? Jilbab, Tante."

Yang pertama ujian lewat Nindy, tentu saja.

"Iya kan Tante bilangnya Jiblab," omel Vanya, kemudian tertegun beberapa lama. "Jiblab?" ulangnya. "Iya bener jiblab kan ya?"

Sincerity (tamat di Karyakarsa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang