23. malam dan kelamnya

4.8K 483 16
                                    

Koment nya ramein dongg.

Malam itu keduanya pergi bersama untuk menikmati angin malam yang sangat menyejukkan. Sebenarnya ini permintaan Jaemin yang ingin pergi berjalan-jalan di sekitaran taman yang terletak di depan komplek perumahan elit mereka.

Tubuh Jaemin membeku ketika Jeno memakaikan sebuah jaket di tubuhnya, sebelumnya jaket itu di pakai oleh Jeno sendiri. "Apa ini?" Tanyanya sedikit bingung, pasalnya dia sudah memakai baju panjang berbeda dengan Jeno yang hanya memakai kaos pendek dan tipis.

"Nanti Kakak kedinginan"

"Pakai saja" ucap Jeno, lalu tangan nya mengusak rambut Jaemin yang sangat lembut seperti permen kapas.

"Tapi, Jeno bagaimana?" Mata rusanya mengedip lambat, Jeno memasang senyuman nya. Kedua matanya sempat tidak terlihat.

"Calon ibu dari anak-anak ku tidak boleh kedinginan" pungkas laki-laki tinggi itu. Semburat merah memancar di kulit putihnya. Bola matanya bergulir resah, Jaemin tersipu.

"Y-yasudah, aku yang pakai"

Jeno mengangguk, mereka saling berpegangan tangan. Di tatapnya langit malam tanpa bintang, hanya ada bulan sabit yang menggantung di atas sana. Helaan napas panjang Jeno terdengar. "Terimakasih Na, karena sudah memberiku hadiah yang paling spesial yang belum pernah aku dapat"

Yang lebih muda mengangguk sembari balas tersenyum. Di dalam hati dia menyalahkan dirinya berkali-kali karena tahu apa yang di perbuatnya adalah kesalahan yang tidak benar. Tapi nasi sudah menjadi bubur. "Kenapa begini?" Tanya nya lirih.

Jeno tidak mengatakan apa-apa.

Beberapa saat kemudian, hujan mengguyur keduanya. Pundak Jeno basah kuyup, begitu juga dengan Jaemin. Rambut keduanya basah. Mereka saling berhadapan dengan posisi yang sangat dekat, Jaemin menunduk dalam dalam sambil menggigit bibir bawahnya.

Hening, hanya ada suara deras nya hujan kali ini. Sebelum sayup-sayup Jaemin mendengar suara samar seperti nyanyian kecil. Jaemin memejamkan matanya perlahan, menikmati irama kecil yang keluar dari mulut Jeno.

"Jeno" Jaemin mendongak, ia berjinjit untuk mengecup bibir Jeno. Tatapan mereka bertemu, sebuah pelukan hangat menyatukan keduanya. Suara hujan menenggelamkan suara lain, Jeno dapat menyakini bahwa Jaemin tengah terisak.

"Jeno, aku takut" 

"Hm? Takut, kenapa?"

Dua pasang mata yg selalu berbinar dan bulat itu meredup. Memegangi perutnya yg setiap waktu makin terlihat tanda-tanda kehidupan di dalam nya.

"Aku takut Bubu tau soal ini" lanjut Jaemin, pelukan mereka terlepas.

"Maaf. Aku tau kamu harus di terpa masalah berat gara-gara ini. Aku benar-benar minta maaf. Tapi aku bersungguh-sungguh Jaemin, aku mencintaimu" ungkap Jeno mengenai perasaan nya. Bulir air mata turun semakin deras membasahi pipinya.

Sebelum cairan kental dan merah itu juga menyusul, keluar dari persembunyiannya. Jeno terkejut, Jaemin juga. "H-hidungmu.."

Jaemin menyentuh hidungnya yang berdarah. "Jeno.."

Tanpa pikir panjang Jeno segera menggendong tubuh anak itu dan membawanya untuk berteduh di suatu tempat. Beruntungnya terdapat halte bis di sekitar sini, dan mereka bisa berteduh untuk sementara disana. Tubuh Jaemin menggigil. Jeno ceroboh karena membiarkan anak itu berdiri di bawah hujan seperti ini.

Jeno tidak jijik sama sekali, dia mengusap dan membersihkan hidung Jaemin dengan tangan nya dan juga bantuan air hujan malam ini. Jaemin memejamkan matanya rapat-rapat. "Dingin" katanya.

[ ✔ ] Malam, dan kelamnya - nominTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang