24. Malam dan kelamnya

5K 504 11
                                    

Vote + coment yaa

-

Entah sudah berapa jam pemuda manis itu meneteskan air mata, dengan ekspresi kosong menatap jendela kamar yang terbuka lebar. Penglihatan nya sedikit buram akibat cairan bening yang menggenang di pelupuk matanya. Tidak ada lagi suara tangis meminta permohonan yang ia ucapkan, tidak ada lagi doa harapan yang Jaemin sampaikan kepada Tuhan nya.

Dia, hanya ingin sendiri.

Langit sudah menguning jingga, pertanda bahwa hari sudah sore. Kalau begitu Jaemin sudah hampir seharian menangis hari ini.

Beberapa jam yang lalu juga terdengar suara keributan yang berasal dari kamar Jeno, teriakan Jung Jaehyun mendominasi kamar itu. Suara pukulan dan hantaman.

Jaemin gentar, napasnya terengah, dia ingin sekali memeluk tubuh Jeno yang sudah dia yakini kekasih nya sekaligus saudara tiri nya itu tengah di hukum dengan berbagai siksaan. Tapi Jaemin tidak mampu untuk melangkah sekalipun kaki nya terasa kaku. Tubuhnya menolak untuk beranjak dari tempatnya. Dan pikirannya bercabang kemana-mana.

Sampai hujan turun dengan begitu derasnya, dan langit yang semakin gelap. Bibirnya mengatup rapat, pucat pasi seperti mayat hidup. Pandangan nya kosong. Jaemin diam sebelum suara ketukan pintu kamar membuatnya menoleh sekilas. Itu suara Bubu yang mengajaknya untuk makan malam.

Sungguh, apa mereka tega melenyapkan bayi yang berada di dalam perutnya?

Apa mereka tidak memiliki hati?

Jaemin menutup telinga nya rapat-rapat, dia enggan mendengar suara itu. Suara yang selalu menenangkan baginya, nyatanya telah membentaknya dan menyalahkan hubungan yang dia jalin bersama Jeno.

Ia kembali menangis tanpa suara, bibirnya di paksa untuk tersenyum sambil mengusap perut nya yang masih rata.

"Maaf..." Ucap Jaemin pelan. Bibirnya bergetar, dia sangat takut sekarang.

Takut kehilangan anak nya, takut kehilangan Jeno, dan takut kehilangan mimpi-mimpi nya.

Jeno sangat bahagia mengetahui kabar bahwa Jaemin tengah hamil, itu memang reaksi alami seorang Ayah. Jaemin juga senang bahwasanya dia memiliki keistimewaan yang di berikan Tuhan kepadanya. Sebagai seorang laki-laki yang di titipkan karunia sepertinya.

"Maaf, aku bukan ibu yang baik. Keluarga ku sepertinya tidak menerima mu... hiks. Jangan meninggalkan ku" ia bergumam sambil terus mengusap perut nya.

Dari luar sudah tidak lagi terdengar suara Bubu, mungkin submisiv itu sudah kewalahan.

Jaemin memegangi hidungnya yang kembali berdarah, memejamkan matanya rapat-rapat, kepalanya pening tapi Jaemin masih bisa bertahan dan menjaga keseimbangan nya. Beruntung di kamarnya tersedia segelas air, Jaemin dengan cepat meminum semua obat-obatan yang biasa ia konsumsi.

Tarikan napasnya semakin memberat, di saat itu juga satu kilat menyambar di atas sana. Suara gemuruh nya terdengar sangat menakutkan, persis seperti suara bentakan bubu tadi pagi.

Ia tersenyum kecut, membersihkan hidungnya dengan tisu lalu di buang sembarangan. Ini jelas bukan kebiasaan Jaemin.

"Jeno.."

-

-

-

"Kamu yakin soal ucapan mu tadi pagi?? Itu bisa bahaya buat Nana"  Taeyong menyeru kepada sang suami yang baru saja selesai membersihkan diri. Jaehyun duduk di samping Taeyong, mengusap puncak kepala istrinya.

"Aku tau ini memang sulit, resikonya juga besar. Tapi kita harus melakukan itu, mereka tidak boleh memiliki hubungan" tukas nya dengan nada datar.

Taeyong menarik napas panjang, sebenarnya dia masih terkejut dan belum bisa mempercayai semuanya. Tapi, mengetahui hal itu juga membuat Taeyong sangat kacau. Anak yang sedari kecil ia urus sendiri, sekarang menjalin hubungan terlarang dengan saudara tiri nya sendiri.

[ ✔ ] Malam, dan kelamnya - nominTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang